Bagaimana kinerja investasi Anda tahun ini? Sebagian dari Anda yang demen menempatkan uang di pasar modal, namun berperilaku risk avoider, boleh jadi sedang harap-harap cemas. Ya, sebab tengah berada dalam posisi un-realized loss alias menanggung potensi kerugian. Kenapa begitu? Karena Anda masih memegang saham-saham yang harganya tidak kunjung naik, sementara waktu beil, harganya ada di atas. Saham-saham tersebut masih dipegang, karena berharap suatu ketika harganya akan naik lagi.
Memang, keyakinan seperti itu bisa saja menjadi kenyataan. Tetapi, kalau keyakinan tidak dibarengi dengan aksi-aksi lain dalam rangka mencari potensial gain, maka Anda bisa disebut tidak melakukan upaya meminimalisir potensi kerugian. Apa maksudnya? Anda tidak tahu, sampai kapan saham-saham yang saat ini Anda pegang harganya akan naik lagi, paling tidak mencapai harga seperti ketika Anda beli.
Soal lainnya, jika Anda yakin harga-harga saham akan naik lagi, mestinya Anda juga melakukan pembelian terhadap saham-saham tersebut dan juga saham lain, yang harganya Anda yakini juga akan naik. Kenapa demikian? Karena, jika perkiraan Anda bentor, Anda bukan saja meminimalisir potensi kerugian dari saham yang sudah Anda pegang, tetapi juga bisa mendulang keuntungan dari saham yang baru Anda beli. Dus, untuk merealisasikan konsep keyakinan seperti itu, ada baiknya Anda merancang apa yang disebut dengan Rencana Anggaran Investasi (RAI).
Sebagaimana lazimnya perusahaan, pasti memiliki business plan atau kalau dalam istilah yang agak "kuno" disebut juga dengan RKAP (Rencana Kegiatan dan Anggaran Perusahaan). Di dalam RKAP itu biasanya dibahas mengenai kegiatan-kegiatan yang hendak dilakukan dan juga penyiapan anggarannya, termasuk sumber dan penggunaannya. Nah, dengan pendekatan yang sama, sebenarnya Anda juga bisa merancang agar kegiatan investasi Anda menjadi lebih terkelola berbasis RAI. Lantas apa saja isinya?
Pertama, tentu saja Anda mesti rela hati untuk mengevaluasi kinerja investasi Anda pada tahun ini. Ingat kembali apa tujuan keuangan Anda, apa tujuan investasi Anda, bagaimana realisasinya. Kalau belum tercapai, apa pula penyebabnya. Apakah benar karena masalah ekonomi dan keuangan makro yang di luar kontrol Anda, atau semata-mata karena kekeliruan dalam proses pengambilan keputusan. Ini penting, sebab kebanyakan dari kita lebih suka mengambinghitamkan pihak lain, jika terjadi kegagalan. Padahal bukan tidak mungkin akar masalahnya ada pada diri kita sendiri. Mengenai kondisi ekonomi makro misalnya, sangat sering menjadi sasaran tumpahan kemarahan. Dibilang, kondisi makro tidak kondusif, tidak bersahabat, dan lain sebagainya. Kalaupun memang seperti itu, pertanyaannya, apakah kita pernah meramalkan kondisi makro ekonomi akan memburuk? Kalau tidak ya salah kita sendiri. Kalau ya, maka pertanyaannya, kenapa tidak membuat keputusan yang bisa dilaksanakan dalam kondisi makro ekonomi memburuk. Aneh? Tidak juga. Investasi bisa dilakukan kapan saja, dalam keadaan ekonomi baik maupun buruk. Intinya, ketika kita melakukan evaluasi terhadap kinerja investasi pada tahun berjalan, maka jangan lupa untuk melihat bagaimana konsistensi kita ketika membuat putusan investasi dalam keadaan ekonomi seperti apa pun, termasuk misalnya, apakah kita pernah serakah atau ketakutan amat sangat.
Makna serakah misalnya adalah, ketika kita memegang satu saham dan harganya sudah meningkat, kita masih berharap harganya terus meningkat dan tidak mau menjualnya. Ingin keuntungan sebesar-besarnya. Padahal, mungkin sebelumnya Anda cuma berharap memperoleh keuntungan 10-15 persen saja. Tetapi karena serakah, jangankan keuntungan 10-15 persen yang sudah di tangan, yang terjadi malah potensi kerugian karena harga saham kemudian jatuh. Itu satu contoh. Contoh lain, ketika harga saham sudah turun 10-15 persen, Anda tidak berani melakukan cut loss, tetapi tetap berharap esok hari, harga akan meningkat. Begitu seterusnya. Esok hari dan esok hari, padahal, harga saham yang Anda pegang semakin longsor ke bawah. Konkretnya, sebagian besar kegagalan dalam berinvestasi sebenarnya adalah karena kegagalan dalam membuat keputusan yang konsisten dengan apa yang telah direncanakan dan termuat dalam RAT. Singkatnya, perbaiki dulu perilaku pengambilan keputusan itu, sebelum Anda masuk ke aspek pembuatan rencana kegiatan investasi baru.
Kedua, memasukkan rencana kegiatan investasi berbasis tujuan keuangan yang hendak dicapai. Tujuan keuangan dimaksud, apa pun itu, sebaiknya jangan terlalu di awang-awang, tetapi juga jangan certain reridah. Prinsipnya adalah menantang tapi realistis. Menantang dalam artian, lebih tinggi ketimbang tahun sebelumnya, namun masuk akal untuk diraih. Setelah Anda melewati fase ini, maka tentu saja mesti dibuatkan alokasi investasinya, termasuk ke pasar modal.
Basisnya adalah investasi untuk jangka pendek, menengah, dan panjang. Pengertian menengah dan panjang adalah jika Anda membeli saham, dimaksudkan dipegang untuk jangka waktu lebih dari 1 tahun. Sementara, yang jangka pendek adalah di bawah 1 tahun, dan bisa Anda lepas atau beli lagi dalam kurun waktu tersebut dengan maksud memperoleh capital gain.
Dalam melaksanakan investasi tersebut, tentunya Anda mesti memilih saham-saham yang sesuai dengan tujuan investasi. Anda juga tentu pernah mendengar istilah diversifikasi dalam pembuatan portofolio investasi. Namun, ada baiknya Anda hati-hati dalam memaknai diversifikasi dalam portofolio. Isaiah dan strategi ini akan valid jika dipergunakan pada saat ekonomi sedang bertumbuh kembang. Namun, jika ekonomi ternyata kurang bersahabat, mungkin Anda bisa mempertimbangkan strategi fokus, utamanya untuk portofolio investasi yang bersifat jangka pendek. Artinya, Anda tidak perlu menyebar uang ice berbagai jenis saham. Tetapi, hanya fokus saja pada saham-saham yang bisa memberikan imbal hasil besar dalam jangka pendek. Termasuk saham-saham yang "swing?' harganya cukup besar ketika diperdagangkan. Itulah makna Rencana Anggaran Investasi (RAI). Selamat mencoba.