Pada suatu hari, Konfusius, seorang filsuf yang terkenal, menempuh perjalanan jauh menyeberangi padang gurun bersama beberapa muridnya. Setelah menempuh perjalanan berhari-hari akhirnya persediaan air minum habis, mereka semua berjalan dengan lemah dan gontai. Suatu ketika salah seorang dari muridnya menemukan ceruk kecil di bawah batu-batuan yang berisi genangan air yang dangkal. Dengan segera ia mengambil mangkuk nasinya dan dengan susah payah hanya mampu menyedok sebanyak setengah dari isi mangkuk itu. Ia kernudian mengantarkan semangkuk air itu kepada gurunya. Ketika Konfusius baru menempelkan mangkuk itu ke bibirnya, ia merasa semua mata muridnya memandangnya. Ia tidak jadi meminum isi mangkuk itu, malahan menuangnya ke pasir gurun yang panas sambil berkata, "Air ini terlalu sedikit untuk kita semua dan terlalu banyak untuk satu orang saja. Mari kita lanjutkan perjalanan ini."
Sebagai seorang pemimpin, Konfusius tidak mampu meminum air itu sendirian dan membiarkan muridnya sengsara. Ia tidak merasa dirinya lebih tinggi dari para muridnya dan inilah contoh dari seorang pemimpin sejati. Hari itu Konfusius belum mampu menghilangkan dahaga pasukannya namun ia memberikan sesuatu yang jauh lebih berarti kepada pasukannya, yaitu arti dari sebuah kepemimpinan sejati. Saya tidak pernah melupakan pengalaman yang satu ini. Ketika marak isu baru mengguncang bangsa kita, manajemen perkantoran tempat saya bekerja memberlakukan aturan bahwa setiap orang baik karyawan ataupun tamu harus memakai tanda pengenal. Terus terang, aturan ini menimbulkan kejengkelan dalam diri saya karena harus mengikuti peraturan dan membentuk kebiasaan yang baru. Merasa memiliki posisi yang cukup tinggi di kantor dan telah berkantor di tempat itu lebih dari enam tahun, beberapa kali saya lupa membawa tanda pengenal dan ditegur oleh petugas pengamanan yang saya yakin mengetahui siapa saya. Kejengkelan itu terus berlangsung dan hal yang tidak mengenakkan terus terjadi. Saya bersikukuh untuk mengabaikan aturan ini sampai pada suatu saat saya tertegun dan langsung mengubah tingkah laku jelek saya.
Pada suatu hari, pemilik gedung tempat saya bekerja, seorang yang merupakan atasan saya yang tertinggi, terlihat memasuki gedung perkantoran dan tanda pengenal melekat di saku bajunya. Hari itu saya belajar pengalaman yang berharga, bahwa seorang pemimpin sejati tidaklah disertai dengan kekuasaan yang semena-mena, tetapi ia menjadi pemimpin karena sikapnya yang memberikan contoh dan teladan yang baik bagi para pengikutnya.
Jika tindakan-tindakan Anda dapat memberikan inspirasi bagi orang lain untuk bermimpi yang lebih besar, melakukan yang lebih besar, dan menjadi lebih baik, Anda adalah seorang pemimpinBy: John Quincy Adam