a

Friday, March 22, 2013

Nilai Waktu Uang


Coba dengarkan para ibu-ibu tatkala ngobrol antar sesamanya. Pasti ada yang mengeluh bahwa harga-harga pangan naik terus. Misalnya, tahun silam, harga sekilo gula masih sekian rupiah, sementara belakangan ini sudah menjadi sekian rupiah. Dan hari ke hari, semuanya menjadi lebih mahal. Hampir tidak ada yang mengatakan harga barang-barang mengalami penurunan. Kecuali soal BBM yang naik turun dalam setahun belakangan. Di luar itu, semuanya merangkak ke atas. Lalu apa masalahnya? Apakah itu terjadi karena pendapatan tidak meningkat?

Jika dicermati lebih jauh, para ibu-ibu itu sesungguhnya tidak mengalami penurunan pendapatan. Uang gaji yang diserahkan para suami untuk dikelola sebagai anggaran belanja rumah tangga, umumnya tidak berkurang. Tetapi daya beli uang itu yang menurun. Ada yang mengatakan bahwa naiknya harga-harga disebabkan karena pasokan barang mulai langka. Di sisi lain, permintaan terhadap barang relatif tetap, sehingga harga pun meningkat. Inilah yang disebut dengan inflasi, berkategori demand pull. Atau naiknya permintaan terhadap barang, sementara pasokan tetap. Akan tetapi, memang ada juga penyebab dari harga barang itu sendiri yang meningkat karena biaya produksinya semakin besar. Ini disebut sebagai cost push inflation. Masalahnya, lepas apakah itu demand pull ataupun cost push, bagaimana caranya agar daya beli masyarakat tetap ada. Agar tetap mampu membeli barang-barang dan daya beli uang tidak merosot?

Sebagian kalangan mengatakan, dana yang belum dibelanjakan sebaiknya ditabung. Jadi, jangan dipegang secara tunai. Dan kalau berbelanja cukup membawa kartu debit yang otomatis akan mengurangi nilai tabungan di bank. Ini benar. Tetapi apakah menempatkan uang sepenuhnya dalam bentuk tabungan, merupakan jalan keluar? Tidak juga. Kalau tujuan penempatan dana dalam bentuk tabungan di bank, semata-mata adalah untuk berjaga-jaga dan memudahkan pengelolaan likuiditas, itu memang benar. Namun, kalau penempatan dana dalam bentuk tabungan dimaksudkan sebagai investasi, agaknya perlu direnungkan lagi. Kenapa? Karena uang Anda tidak akan bertambah.

Nilai uang yang ada dalam bentuk tabungan malah akan terguras dimakan inflasi, jika tingkat bunganya di bawah laju inflasi. Jadi, kalau tahun lalu dana yang ada di bank katakanlah Rp100 juta, lalu tabungan tersebut diberikan bunga sebesar 5 persen dan kemudian laju inflasi adalah 8 persen, maka nilai riil uang di tabungan sebenarnya sudah turun sebesar 3 persen. Dengan kata lain, daya beli uang tersebut juga menurun sebesar itu. Padahal, dana yang Anda miliki tetap sebesar Rp100 juta, bahkan ditambah bunga 5 persen, maka dana plus bunga menjadi sebesar Rp105 juta. Namun nilai riillnya, jika dibandingkan tahun sebelumnya sebenarnya sudah turun menjadi Rp97 juta. Inilah yang disebut dengan nilai waktu uang. Konkretnya, jika pendapatan Anda tetap, namun ketika digunakan untuk membeli barang, yang terjadi adalah harga barang semakin mahal, maka itu bukanlah karena barangnya mahal, namun nilai uang Anda semakin menurun. Lantas bagaimana solusinya?

Mengatasi persoalan penurunan nilai uang karena terguras inflasi dan dimakan waktu adalah dengan membuat uang tersebut produktif dan atau diberikan imbal hasil yang melebihi laju inflasi. Cara yang paling efektif adalah dengan menginvestasikan dana tersebut. Artinya, dana dimaksud harus mampu menghasilkan imbal hasil di atas laju inflasi. Jika ini bisa dilakukan, maka nilai uang yang Anda miliki relatif tetap atau bahkan bisa bertambah.

Kalau semua dana dimasukkan dalam investasi yang memberi imbal hasil lebih besar dari laju inflasi, bagaimana dengan kebutuhan dana untuk sehari-harj? Tentu saja, kebutuhan dana sehari-hari bisa ditempatkan di bank. Namun lainya adalah sekadar untuk berjaga-jaga saja. Sementara Anggaran
untuk belanja bulanan, sebenarnya Anda tidak perlu menggunakan uang tunai, tetapi bisa juga menggunakan kartu kredit yang ketika tagihannya jatuh tempo Anda bayar secara penuh, sehingga Anda tidak dibebani bunga kredit. Dengan pola semacam ini, maka dana Anda bisa ditempatkan pada deposito berjangka 1 bulan, yang bunganya lebih tinggi dari bunga tabungan. Dana Anda akan mendapatkan imbal hasil yang cukup tinggi, dan bisa di atas laju inflasi, di sisi lain, pengaturan cash flow Anda juga akan bagus. Sebab, belanja rumah tangga bisa dilakukan sekali dalam sebulan, dilakukan pakai kartu kredit dan dibayar lunas pada awal bulan berikutnya. Sementara itu, dana Anda di bank dalam bentuk tabungan difokuskan untuk berjaga-jaga saja.

Itu baru dalam konteks nilai waktu uang dikaitkan dengan belanja sehari-hati, yang notebene bersifat jangka pendek. Bagaimana jika nilai waktu uang dilihat dalam perspektif jangka panjang? Di sinilah, makna nilai waktu uang akan sangat terasa. Umpamakan 10 tahun lalu Anda melakukan investasi sebesar Rpl juta rupiah per bulan. Lalu  Anda menginvestasikan sebesar Rp1,1 juta rupiah per bulan. Perbedaan nilai uangnya hanya 10 persen saja. Tetapi dampak terhadap hasil bisa sangat luar biasa. Tidak percaya? Lihat hitungan berikut.

Katakanlah uang sebesar Rpl juta tersebut ditempatkan dalam bentuk deposito berjangka dan diberikan bunga sebesar 10 persen per tahun. Maka pada tahun kedua, total dana menjadi Rp1,1 juta. Pada tahun berikutnya, total dana menjadi Rp1,21 juta. Sementara, teman Anda dengan dana awal Rp1,1 juta, maka pada tahun kedua dananya menjadi Rp1,21 juta. Tahun berikutnya menjadi Rp1,33 juta. Bayangkan jika pokok yang ditambah bunga tersebut kemudian diinvestasikan secara terus-menerus dalam kurun waktu 10 tahun. Awalnya, perbedaan dana Anda dengan teman hanya Rp100 ribu saja, namun dalam 10 tahun kemudian perbedaannya sudah sangat besar. Ringkasnya, nilai waktu akan uang menjadi berarti jika
Anda menginvestasikan dana Anda lebih besar dalam dalam kurun waktu yang panjang. Selamat mencoba.

 
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...