a

Thursday, March 28, 2013

Menghindari "jebakan" Pasar Saham


Anda sudah berinvestasi di pasar saham? Bagaimana hasilnya? Sebagian dari Anda boleh jadi sudah menikmati keuntungan besar. Tetapi, sebagian lagi, juga sangat mungkin merasa jera dan mundur dari pasar saham, karena mengalami kerugian. Lepas dari situasi tersebut, bagi Anda yang selama ini sudah berhasil menuai untung, jangan dulu bergembira. Sebab suatu ketika Anda bisa saja "terpeleset" dalam jual beli saham. Begitupun bagi Anda yang merasa jera, semestinya tidak perlu putus asa. Sebab peluang menangguk keuntungan dari investasi di saham sangatlah besar. Oleh karena itu, paparan berikut ini akan mengulas beberapa hal yang kerap menjadi jebakan di pasar modal, yang layak diwaspadai sehingga investor tidak mengalami kerugian.

Pertama, jebakan kenaikan indeks harga saham gabungan (IHSG). Indeks yang melesat tinggi, bagi kalangan awam mungkin ditafsirkan sebagai indikasi bagus untuk memborong berbagai saham, dengan harapan saham-saham tersebut akan terus mengalami kenaikan harga seiring kenaikan indeks. Padahal realitasnya belum tentu demikian. Kenaikan indeks tidak selalu diikuti oleh kenaikan harga saham secara menyeluruh. Banyak saham-saham yang harganya malah merosot. Sebab, kenaikan indeks lebih dipengaruhi oleh pergerakan harga dari saham-saham yang memiliki kapitalisasi besar. Ringkasnya, naiknya indeks tidak selalu cerminan dari keseluruhan kinerja saham yang ada di bursa.

Saham-saham yang mendorong naiknya indeks tentu memiliki pembeli dalam jumlah besar. Siapa yang melakukan pembelian? Investor institusi atau investor ritel (perorangan)? Apakah mereka investor asing atau investor lokal? Apakah tujuan mereka membeli untuk dipegang dalam kurun waktu yang lama atau sekadar trading. Kalau yang membeli itu adalah investor institusi lokal, lazimnya membeli untuk dipegang dalam kurun waktu cukup lama. Tetapi, kalau yang membeli itu adalah investor asing, tidak ada jaminan mereka akan memegang dalam kurun waktu yang lama. Artinya, kenaikan indeks yang tiba-tiba, bisa saja mengalami koreksi atau penurunan cepat secara tiba-tiba pula, ketika investor asing tersebut menjual kembali saham yang dibelinya.

Oleh karena itu, pergerakan kenaikan indeks yang terlalu cepat, sesungguhnya bukanlah hal bagus. Akan lebih bagus jika indeks bergerak, seiring dengan pergerakan harga saham yang berdasarkan membaiknya kinerja fundamental dari perusahaan yang mencatatkan sahamnya di pasar modal. Jadi bukan semara-mata karena ada pembelian besar-besaran oleh investor asing.

Kedua, jebakan harga semu. Kenaikan harga sebuah saham secara tiba¬tiba, bukan pula berita bagus. Apalagi jika tidak ada alasan fundamental yang mendasari kenaikan harga saham tersebut. Lebih dari itu, kalau volume transaksi terhadap saham yang harganya mengalami kenaikan tinggi itu tidak terlalu besar, kecurigaan pantas dilekatkan ke saham tersebut, sebagai saham yang sedang "digoreng" oleh para bandar. Dus, kalau Anda ikut-ikutan membeli saham semacam ini, hanya menghitung hari, Anda akan ikut gosong tergoreng, sementara sang bandar sudah keluar dari saham tersebut. Bagaimana konkretnya?

Saham yang mengalami pergerakan harga akan menarik perhatian. Bagi yang tertarik akan ikut serta membeli. Ketika membeli saham tersebut, harganya biasanya sudah terlanjur tinggi. Dan ketika harga sudah tinggi, maka pihak yang "menggoreng" akan menjual seluruh saham yang dimiliknya. Dampaknya, harga saham "gorengan" itu akan gosong dan terjun bebas. Tinggal Anda terperangkap di dalamnya, yang terlanjur membeli ketika harga masih di atas. Jadi, jangan pernah tertarik untuk membeli saham-saham yang tiba-tiba melesat tinggi, apalagi jika volume perdagangannya tipis.

Ketiga, jebakan keserakahan. Selain jebakan yang pertama dan kedua, masih ada jebakan lain yang lebih berbahaya, yakni jebakan keserakahan. Dan jebakan ini bukan saja bisa menimpa investor berkategori trader, tetapi juga termasuk investor saham yang masuk kalangan growth investor maupun value investor.
Saham yang sudah dipegang cukup lama, dan kebetulan kinerja perusahaan emiten mengalami peningkatan biasanya akan berimbas pada kenaikan harga. Bagi Anda yang sudah memegang saham dimaksud sejak lama, tentu telah mengantongi potential gain dari kenaikan harga saham itu. Kenapa potential gain? Ya karena sahamnya masih dipegang dan belum dijual. Dalam situasi begini, ironisnya kerap ada "bisikan" di telinga investor untuk jangan dulu menjual sahamnya.

Katakanlah, setelah dipegang selama I tahun, harga saham meningkat 30 persen. Karena peningkatannya cukup tinggi, membuat si investor penasaran dan mengharapkan adanya peningkatan lagi, dengan asumsi, investor lain akan turut serta memburu saham dimaksud. Sayangnya, yang sering kali terjadi adalah, potential gain yang 30 persen itu hilang, karena investor lain malah menjual saham dimaksud dan harganya kemudian turun.

Oleh karena itu, sangatlah pantang untuk menjadi "serakah" dalam investasi saham. Jika Anda mematok target 30 persen kenaikan harga, maka ketika harga saham sudah tercapai, mestinya saham tersebut langsung dijual. Tidak perlu menyesal kalau ternyata harga saham itu terus meroket. Itu bukan rezeki Anda. Itu rezeki orang lain yang membeli ketika harganya sudah naik 30 persen.

Keempat, jebakan rasa takut. Seorang investor di pasar saham, kerap kali mengalami kerugian karena tidak bisa menahan rasa takutnya. Apa maksudnya? Ketika saham yang dibeli mengalami penurunan harga, langsung merasa takut dan khawatir harga sahamnya semakin merosot.
Dan jika tidak mampu lagi mengontrol rasa takut tersebut, saham yang sudah dibeli langsung dijual dan yang diperoleh hanya kerugian. Padahal, setelah dijual saham tersebut bisa kembali mengalami kenaikan harga dan bahkan semakin tinggi harganya.

Bagaimana mungkin? Sangat mungkin. Pergerakan harga saham harian tidak selalu dipicu oleh faktor fundamental. Tetapi, lebih sering karena sekadar sentimen pasar. Jadi, sepanjang saham yang dibeli memiliki fundamental bagus, sebenarnya tidak perlu takut, ketika harganya turun. Itu semata-mata karena sentimen negatif yang esok hari atau sepekan kemudian bisa berubah menjadi positif Oleh karena itu, kalau saham yang Anda beli mengalami penurunan harga, malah Anda bisa membeli lebih banyak lagi saham tersebut, karena harganya menjadi lebih murah. Dan ketika harganya mengalami pembalikan, Anda sudah memiliki saham dalam jumlah lebih besar dan harga beli rata-rata yang lebih murah. Implikasinya, potensi keuntungan Anda lebih besar. Selamat mencoba.
by: Elvyn G. Masassya
 
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...