a

Thursday, March 28, 2013

"Beternak" Uang di Bank


Seandainya sebuah bank kalah kliring dan itu terjadi di saat LPS (Lembaga Penjamin Simpanan) belum ada, bisa dipastikan para pemilik dana akan berbondong-bondong menuju bank dimaksud untuk menarik semua dana mereka. Fenomena seperti itu sudah pernah terjadi ketika krisis keuangan melanda negeri ini satu dasawarsa silam. Namun, hari-hari ini, rush atau penarikan dana besar-besaran bukan lagi tindakan logis. Kenapa? Karena pernerintah, melalui LPS (Lembaga Penjamin Simpanan) telah menjamin semua dana masyarakat, sepanjang nilainya tidak melebihi Rp2 miliar.

Namun, lepas dari itu, di hati pemilik dana tetap saja ada rasa waswas, apakah menyimpan dana di bank masih aman? Atau lebih jauh lagi, bagaimana jika dana yang dimiliki lebih besar dari Rp2 miliar? Perlukah memindahkan dana ke luar negeri atau ke bank-bank asing? Bagaimana pula mengetahui sebuah bank dalam kondisi baik dan aman? Kenapa sebuah bank yang dalam laporan keuangannya disebutkan memiliki kecukupan modal belasan persen, tiba-tiba dalam waktu sekejap bisa minus sekian persen?

Jelas, pertanyaan-pertanyaan tersebut akhir-akhir ini banyak menghantui pikiran para pemilik dana. Dus, tidak ada salahnya, benang kusut persepsi dan interpretasi mengenai kelayakan suatu bank kita ulas kembali.
Bank, hakikatnya adalah Lembaga perantara yang meminjam dana dari masyarakat yang "kelebihan" uang dan meminjamkannya kembali kepada masyarakat yang transaksi pembayaran antara satu pihak dan pihak lainnya. Dengan fungsi seperti itu, bank memberikan peran sangat signifikan terhadap pergerakan ekonomi. Tetapi di sisi lain, eksistensi sebuah bank juga dipengaruhi oleh kondisi perekonomian. Jadi seperti hubungan timbal balik yang saling memberi pengaruh dan kebergantungan.

Contoh konkret kebergantungan dan saling pengaruh terhadap perekonomian bisa dilihat dalam realitas akhir-akhir ini, di mana dunia dilanda krisis keuangan global. Artinya kondisi ekonomi kurang baik Khusus bagi Indonesia, kondisi perekonomian yang kurang baik itu direspons dengan formula yang agak berbeda dengan negara-negara lain. Kalau di negara lain, suku bunga diturunkan ke tingkat yang sangat rendah. Dasar pemikirannya adalah agar ada dorongan dari sektor riil untuk meminta kredit bank dan pada gilirannya akan memompa permintaan masyarakat. Karena di negara-negara tersebut, termasuk Amerika Serikat, ekonomi sudah mengarah ke deflasi, yaitu suatu kondisi di mana inflasi minus, karena rendahnya daya beli. Tetapi di Indonesia, tingkat bunga malah dinaikkan. Dasar pemikirannya adalah untuk mencegah terjadinya inflasi, sekaligus mencegah jatuhnya nilai tukar rupiah. Akibatnya, suku bunga tinggi jelas menjadi beban.

Lantas apa hubungannya "ceramah" tersebut dengan urusan "beternak" uang di bank? jelas ada. Lihat pertanyaan yang pertama, "apakah menyimpan uang di bank masih aman?". Pertanyaan ini bisa dikaitkan dengan tingkat bunga bank Konkretnya, jika sebuah bank menawarkan bunga yang jauh di atas bank-bank lain, maka Anda perlu "curiga" terhadap bank tersebut. Apalagi, kalau bank dimaksud sampai berani menawarkan bunga yang di atas tingkat bunga penjaminan. Paling tidak ini merupakan indikasi bahwa bank dimaksud tengah berada dalam guncangan likuiditas.

Lalu, kenapa terjadi masalah likuiditas? Tentu banyak faktor. Di dalam konsep pengelolaan bank, ada formula yang dinamakan dengan asset liability Management atau ALMA. Dengan formula ini, para pengelola bank mesti mampu mengatur kondisi aset dikaitkan dengan kondisi liability atau kewajiban kepada pemilik dana. Termasuk misalnya, kalau dana yang dihimpun bersifat jangka pendek, maka kredit yang diberikan juga mesti jangka pendek.

Kredit yang diberikan juga mesti dalam keadaan lancar atau bisa di bayar kembali. Kalau kredit itu macet, maka bank juga akan mengalami masalah di sisi kewajiban, karena sumber untuk mengembalikan kewajiban atau dana pihak ketiga suclah "nyangkut" di debiturnya. Dengan kondisi ini, bank juga bisa mengalami persoalan cashfiow dan kemudian berujung pada masalah likuiditas. Kondisi seperti itulah yang konon dialami oleh sebuah bank yang saat ini berada dalam naungan LPS. Bank tersebut, ditengarai memiliki aset dalam bentuk surat berharga yang nilainya mencapai ratusan juta dolar dan ujug-ujug kreditomya tidak mampu membayar kemb all, ketika surat utang itu jatuh tempo.
Kalau seperti itu ceritanya, mungkin Anda akan berpikir bahwa menyimpan dana di bank bisa sangat berisiko. Tidak juga. Benar, kondisi dan kinerja sebuah bank dipengaruhi oleh kondisi perekonomian. Tetapi, yang jauh lebih penting adalah siapa yang mengelola dan memiliki bank dimaksud. Bagaimana hubungan antara pengelolaannya dan kepentingan pemilik. Konkretnya, dari 130-an bank yang beroperasi di Indonesia saat ini, sebagian besar berada dalam kinerja yang baik dan dikelola secara profesional. Bahkan kalau mau jeli, sebenarnya 85 persen pangsa pasar perbankan nasional, hanya dikuasai oleh 15 bank saja. Dus, jika Anda meyakini bahwa yang mengelola bank pilihan Anda adalah orang-orang profesional, maka kendati tidak ada LPS, dana yang Anda simpan akan tetap aman dan bahkan bisa memberikan return yang bagus. Kok bisa? Bisa jika bank dimaksud mampu melakukan efisiensi, sehingga spread alias selisih antara biaya dana dan bunga kredit tidak terlalu besar. Bagaimana melihatnya? Cermati rasio-rasio keuangan bank tersebut. Kalau tingkat bunga kreditnya tidak terlalu tinggi, tingkat bunga dananya juga moderat, tapi ROA (perbandingan antara laba dan asetnya) dan ROE (perbandingan antara laba dan modalnya) tinggi, maka bank tersebut tergolong layak dipilih.

Simpulannya, menempatkan dana di bank tetap merupakan salah satu pilihan investasi. Tinggal lagi, bagaimana memilih bank yang benar. Belum tentu bank-bank yang dimiliki oleh asing lebih baik dari bank-bank lokal, apalagi kalau asing-nya tidak jelas reputasinya. Oleh karena itu, memahami siapa yang memiliki bank juga merupakan aspek kritis yang perlu dicermati. Singkatnya, bukan soal asing atau lokal. Bukan pula soal tingkat bunga tinggi yang ditawarkan kepada pemilik dana. Yang jauh lebih penting adalah, siapa yang mengelola bank dan siapa pula pemilik bank tersebut. Jika Anda jitu mencermati hal tersebut, maka bukan saja simpanan Anda di bank akan aman, tetapi juga Anda akan memperoleh pelayanan yang memuaskan dan imbal basil yang menggairahkan.
by: Elvyn G. Masassya

 
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...