Semester pertama 2011 baru saja kita lalui. Lazimnya, ada evaluasi terhadap pencapaian tengah tahun. Perusahaan, apalagi yang public company, akan berupaya keras agar kinerja tengah tahunnya sejalan dengan business plan mereka, bahkan kalau bisa melebihinya. Jadi, katakanlah, target laba untuk tahun 2011 sebesar Rp100 miliar, maka pada akhir Juni paling tidak sudah mencapai di atas Rp50 miliar. Bagaimana dengan Anda? Bagaimana dengan kegiatan investasi Anda di semester pertama 2011? Apakah sesuai dengan harapan atau malah jeblok? Tiap orang pasti akan mengalami kondisi berbeda, bergantung pada jenis investasi yang dipilihnya. Lain bagaimana mengevaluasi kinerja tersebut, dan kemudian Iangkah-langkah apa yang selayaknya dilakukan? Ada banyak cara, tentu saja. Tapi yang paling mendasar adalah membandingkan antara target dan realisasi.
Di awal tahun tentunya Anda sudah memiliki perencanaan dalam berinvestasi. Umpamakan, Anda ingin pada akhir tahun 2011, aset Anda bertumbuh 15 persen. Dengan kata lain, jika pada awal tahun 2011, aset Anda. sejumlah Rpl miliar, maka pada akhir tahun diharapkan bisa menjadi Rp1,15 miliar. Bagaimana cara mencapai tambahan Rp150 juta dalam setahun? Sumbernya bisa macam-macam, mulai dari penyisihan gaji yang ditabung ataupun dari hasil investasi dan juga kenaikan nilai aset. Kalau gaji Anda, misalnya Rp15 juta per bulan, lalu dipakai untuk konsumsi sebesar 70 persen, maka ada sisa 30 persen atau Rp4,5 juta yang bisa ditabung. Dalam setahun, tabungan tersebut dapat mencapai Rp54 juta. Berarti Anda membutuhkan tambahan Rp96 juta lagi, agar aset Anda pada akhir tahun menjadi Rp1,2 miliar. Salah satu sumbernya adalah kenaikan nilai aset, khususnya rumah. Biasanya nilai tanah dan rumah akan mengalami kenaikan setiap tahun, bergantung pada lokasinya. Anggap saja, lokasi rumah Anda termasuk strategis dan terus berkembang, maka kalau saat ini nilai rumah Anda sebut saja sekitar Rp500 juta, maka di awal tahun depan, bisa menjadi Rp525-550 juta. Dengan demikian aset Anda mengalami kenaikan nilai sebesar Rp25-50 juta. Ambillah angka yang konservatif, yakni Rp25 juta, dengan demikian total kenaikan aset Anda, dari tabungan dan nilai rumah sudah menjadi Rp79 juta. Jadi, untuk mencapai kenaikan aset Rp150 juta, Anda mendapatkannya dari hasil investasi, sebesar Rp69 juta. Bagaimana caranya? Bergantung, berapa besar dana Anda diinvestasikan.
Dari contoh tersebut, dengan jumlah aset Rpl miliar di awal tahun, tanah dan rumah Anda senilai Rp500 juta, berarti ada aset lain sejumlah Rp500 juta lagi. Aset lain itu bisa berupa kendaraan dan aset investasi berupa aset finansial, misalnya, emas, deposito, saham, reksa dana dan atau investasi lainnya. Sebut saja, aset kendaraan nilanya adalah Rp200 juta. Berarti aset finansial Anda adalah sebesar Rp300 juta. Untuk kendaraan setiap tahunnya bukan mengalami kenaikan nilai, tetapi malah penurunan nilai, bisa 5 sampai 10 persen. Itu berarti di awal tahun depan, nilai kendaraan Anda tinggal Rp180 sampai Rp190 juta. Ambil angka konservatif, penurunan nilai kendaraan Anda hanya 5 persen atau Rp 10 juta. Berarti agar total aset Anda menjadi Rp1,15 miliar di tahun depan, investasi Anda mesti menghasilkan Rp69 juta plus Rp10 juta untuk mengcover penurunan nilai kendaraan. Atau secara total, dengan dana investasi Rp300 juta, mesti mampu memberikan imbal basil sebesar Rp79 juta atau yield on investment sebesar 26 persen dalam setahun.
Lalu bagaimana realisasinya? Cek dulu alokasi dana investasi Anda yang Rp300 juta tersebut. Boleh jadi Anda memiliki deposito berjangka senilai Rp100 juta. Sisanya Anda tempatkan di reksadana, saham dan juga emas. Inilah yang disebut dengan asset allocation. Dengan dana Rp100 juta dalam bentuk deposito, imbal hasilnya saat ini paling banter sebesar neto 6 persen per tahun, atau Rp6 juta saja. Jika dibandingkan dengan target hasil investasi sebesar Rp79 juta, berarti Anda mesti mencari tambahan basil sebesar Rp73 juta, dengan modal sebesar Rp200 juta. Itu berarti yield on investment yang dibutuhkan menjadi 36 persen per tahun. Bagaimana cara memperolehnya? Sebut saja, dana Rp200 juta itu sepenuhnya Anda investasikan dalam bentuk saham, dan Anda membeli saham blue chip di awal tahun, dengan harapan bisa meningkat paling tidak 36 persen di akhir tahun nanti. Lantas seperti apa faktanya?
IHSG di awal tahun ketika Anda membeli saham blue chip, berada di kisaran 3700. Saat ini di akhir Juni 2001, IHSG berada di kisaran 3800, berarti peningkatannya baru sekitar 3 persen. Dengan asumsi pergerakan harga saham Anda paralel dengan pergerakan indeks, jelas, target Anda untuk memperoleh imbal basil 36 persen tidak tercapai. Sebab, mestinya imbal basil pada semester pertama mesti di kisaran 18 persen. Realitasnya coma 3 persen. Di mana kelirunya? Banyak sebab. Mulai dari asset allocation itu sendiri, yakni dana yang 300 juta, sebesar Rp100 juta Anda tempatkan di deposito berjangka, imbal hasilnya hanya 6 persen per tahun. Kemudian, kendati Anda menempatkan dana sebesar Rp200 juta di saham, namun Anda termasuk investor pasif yang hanya menunggu kenaikan harga saham sejalan dengan kenaikan indeks. Bahkan, target 36 persen per tahun menjadi tidak realistis, kendati IHSG akan kembali melambung sebagaimana perkiraan para analis. Sebagian analis memproyeksikan IHSG di akhir tahun dapat mencapai angka 4100, atau meningkat 400 poin dibandingkan posisi awal tahun. Itu berarti pertumbuhannya adalah sekitar 11 persen. Angka ini masih di bawah target yield yang Anda inginkan sebesar 36 persen. Lalu bagaimana solusinya?
Paling tidak ada 2 (dm) solusi yang bisa Anda pertimbangkan. Pertama, mengubah target pertumbuhan aset Anda, tidak lagi menjadi Rp1,15 miliar, tetapi di bawah itu, dengan angka yang lebih realistis. Ini jika Anda tetap bersikap pasif. Kedua, Anda menjadi investor aktif, dengan melakukan transaksi saham, tidak semata-mata mengikuti pergerakan indeks, melainkan lebih aktif melakukan jual beli, dengan harapan bisa mengumpulkan gain dari transaksi Anda. Apakah mungkin? Jawabannya adalah mungkin, sepanjang Anda memiliki kecukupan waktu, kompetensi dan "nyali" dalam bertransaksi saham. Bagaimana konkretnya? Lakukan transaksi jual beli dengan target gain 1-2 persen setiap transaksi. Apakah ini mungkin? Silakan cek pergerakan harga saham di pasar, kendati IHSG naik turun, tetap saja ada saham-saham yang dengan mullah bisa mengalami kenaikan harga 1-2 persen per hari. Nah, jika Anda tepat memilih saham, lakukan transaksi seminggu sekali saja, dengan target gain 1 persen, minimal. Itu berarti setahun Anda bertransaksi 48 kali. Dengan gain rata-rata 1 persen per transaksi, maka total gain gross Anda adalah 48 persen. Setelah dikurangi biaya transaksi, maka mencapai target net gain 36 persen bukan hal mustahil. Selamat mencoba.
by: Elvyn G. Masassya