a

Thursday, March 21, 2013

Logika Kekayaan


Anda tentu pernah mendengar kisah orang-orang yang sukses di usia muda. Atau orang-orang yang dulunya tidak punya apa-apa, ujung-ujung menjadi kaya raya. Kenapa mereka bisa demikian? Kalau Anda penganut paham mistik, mungkin akan menuduh mereka memelihara tuyul atau babi ngepet atau menggunakan "aji-aji sumber kaya". Tapi, kalau Anda menggunakan rasionalitas, tentu Anda akan menyelidiki faktor-faktor yang membuat sekalangan orang tersebut menjadi makmur. Dan kemudian, Anda menyimpulkan bahwa mereka adalah pekerja keras, cerdas, beruntung dan bernasib baik. Apakah benar demikian? Coba kita cermati sekilas.

Sebutlah kelompok band dari Lampung yang sebelumnya tidak dilirik orang sama sekali. Kelompok band ini bukan saja beranggotakan anak-anak muda dari strata sosial bawah. Wajah mereka juga tidak bisa dikategorikan sebagai ganteng. Namun, setelah albumnya dirilis, tiba-tiba saja menjadi populer. Lagu-lagunya disukai orang dan mereka melambung ke langit dengan kekayaan yang cukup melimpah. Bagi penggemar musik dan orang-orang yang memahami musik secara teoretis, sulit untuk menjelaskan fenomena tersebut. Sebab, ditinjau dari kualitas musik, kualitas vokal, kualitas komposisi lagu, dan lain sebagainya, tergolong amat biasa. Tidak istimewa sama sekali. Tapi kenapa disukai? Jawabannya sederhana. Ada demand terhadap musik dan lagu-lagu semacam itu. Ada pembeli dan produk menjadi laku. Apalagi dalam dunia musik, selera tidak selalu berbanding lurus dengan kualitas.

Contoh yang lain. Di belahan dunia Barat sana, ada seorang anak muda yang doyan mengutak-atik software. Dia tidak mau bekerja pada perusahaan. Dia lebih suka mengotah kreativitasnya menciptakan berbagai perangkat lunak komputer. Dan kemudian saat ini, kita mengenal yang bersangkutan sebagai salah satu orang terkaya di dunia.

Ada yang bisa dipetik dari kisah-kisah ini? Kekayaan sebenarnya tidak datang seketika. Ada logika di belakangnya. Lihat kisah si anak-anak Lampung itu. Benar bahwa musik mereka ditinjau dari sudut kualitas musik secara teoretis kurang memaknai. Tapi, ternyata pasar terhadap musik semacam itu tersedia. Lepas, apakah ini beruntung atau kebetalan, namun musik mereka sebagai produk direspons pasar secara histeris dan laku keras. Demikian juga dengan anak muda pengolah software. Dia tidak mau menjadi pekerja. Tetapi lebih berminat menjadi kreator. Demand terhadap kreasinya juga ada.

Nah, apa hubungan semua itu dengan tulisan ini? Sederhana saja. Anda tentu juga pernah mendengar berita atau membaca surat kabar yang menawarkan investasi bodong. Investasi tipu-tipu yang menelan banyak korban. Sampai saat ini, investasi seperti itu masih saja berlangsung. Hanya saja, banyak yang tanpa gembar-gembor. Bahkan lebih hebat lagi, mungkin Anda juga kerap disambangi SMS entah dari siapa, yang menawarkan investasi menggiurkan. Atau Anda juga pernah mendapatkan telepon yang menawarkan investasi seperti itu. Kalau demikian, memang kenapa? Barangkali begitu pertanyaan Anda. Ya, tidak kenapa-kenapa juga. Kalau Anda berminat, tertarik dan mau ikut serta, silakan saja. Toh uang-uang Anda juga. Bukan begitu?

Namun, sekali lagi, investasi untuk menjadi kaya, memiliki rasionalitas. Beberapa rasionalitas itu adalah, pertama, setiap investasi memiliki underlying. Artinya, tidak ada keuntungan yang datang tiba-tiba. Dana yang Anda tempatkan mesti dipergunakan untuk suatu hal, ada transaksi, baru kemudian ada keuntungan. Misalnya, Anda ikut serta dalam investasi agribisnis. Dana Anda bersama dengan Jana investor lainnya dipergunakan untuk membangun kebun. Kebun panen. Produknya dijual. Jika permintaan bagus, maka keuntungan ada di depan mata. Kedua, ada risiko di dalamnya. Seperti cerita tadi, investasi Anda di kebun menghasilkan produk. Tapi, di balik itu, ada risiko hama. Ada risiko substitusi. Pada gilirannya semua itu berdampak pada penurunan permintaan. Alhasil yang diperoleh bukannya untung, tapi buntung.

Dari dua hal tersebut, logikanya jelas, adalah mustahil kalau ada investasi yang cuma menawarkan potensi keuntungan. Hal yang ada adalah semakin tinggi potensi keuntungan, maka semakin tinggi pula potensi kerugiannya. Ketiga, ada siklus. Masih dengan contoh tadi. Kalau Anda investasi di kebun. Maka boleh jadi produk yang dihasilkan tidak akan diminati sepanjang zaman. Dunia berputar. Ketika usaha yang dijalankan cukup menjanjikan, maka orang-orang lain juga akan masuk ke bisnis yang sama. Produk kemudian melimpah. Harga dipastikan turun. Atau, produk yang dihasilkan mungkin hanya diminati secara musiman. 
Setelah musim lewat permintaan turun. Kenapa? Karena kebutuhan pembeli sudah berbeda. Atau selera juga berubah. Seperti kisah band dari Lampung, mungkin dalam beberapa tahun ke depan, mereka tidak sesukses sekarang, ketika masyarakat berganti selera. Keempat, transparan. Ini yang paling utama. Tidak ada keuntungan yang datang dari langit. Atau ujung-ujung Anda menerima segepok uang tanpa ada penjelasan bagaimana uang itu diperoleh. Dan mana asal-usulnya. Kecuali Anda melakukan kegiatan sebagaimana orang-orang yang diciduk KPK belakangan ini. Kalau seperti itu lain ceritanya.

Nah, merujuk pada paparan tersebut, jika akhir-akhir ini Anda sering kali mendapatkan tawaran untuk segera menjadi kaya, baik itu melalui SMS, telepon ataupun via internet, ada baiknya Anda jangan dulu sumringah. Kalau juga Anda membaca kisah-kisah sukses para pelakunya, jangan pula kemudian Anda tergoda. penawaran investasi menuju kaya itu, tentu menjual kecap sukses dan melakukan promosi dengan segala cara. Namanya juga jualan. Kalau Anda mudah tergoda, mereka tentu akan senang. Toh untung rugi, Anda yang tanggung. Namun si pengelola investasi tetap akan meraup keuntungan. Kok bisa demikian? Sederhana sekali. Kalau memang investasi yang ditawarkan itu akan membuat orang berlimpah harta, kenapa tidak dilakukan oleh si pengelola investasi itu seorang diri? Kenapa ngajak-ngajak orang lain? Charity? Kalau charity mestinya ke panti asuhan, sumbang pembangunan masjid, gereja, bantu orang cacat, dan lain sebagainya. Jadi, sekali lagi, tidak ada free lunch dalam investasi yang menawarkan kekayaan. Harus ada rasionalitas dan logika di dalamnya. Tanpa itu, besar kemungkinan Anda hanya akan menjadi pecundang. Sebab, si penawar investasi itu sendiri hanya akan menjadi penyelenggara, sedangkan duit yang diinvestasikan adalah duit Anda.

Ringkasnya, untuk menjadi kaya memang harus melalui investasi. Investasi itu sendiri bisa berbentuk dana, bisa juga berbentuk kreativitas seperti yang dialami oleh band anak muda asal Lampung. Namun, semua memiliki kaidah. Dan sepanjang kaidah itu dijalankan dengan baik dan benar, Anda berpeluang menjadi lebih kaya. Sebaliknya, jika Anda mengabaikan kaidah rasionalitas, maka yang akan terjadi, sangat mungkin adalah derita kerugian.

 
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...