Anda tentu pernah mendengar istilah basic welfare. Apa itu? Kesejahteraan pada tingkat yang paling dasar, yakni terpenuhinya kebutuhan sandang, pangan, papan, terjaminnya hari tua, dan terjaminnya kesehatan. Sebuah negara bisa dianggap berhasil menyejahterakan masyarakatnya, seandainya kelima hal tersebut terpenuhi. Dalam realitasnya apa yang terjadi? Mungkin dalam level tertentu, semua masyarakat Indonesia saat ini sudah mampu memenuhi kebutuhan sandang, pangan, dan papan. Untuk sandang, meskipun banyak yang tidak memadai, namun tidak ada rakyat Indonesia yang berkeliaran telanjang di jalan-jalan. Untuk pangan, meskipun mungkin masih pilih dari kriteria 4 sehat 5 sempurna, namun sudah amat jarang yang mati karena kelaparan. Sayangnya untuk papan, benar, belum semua rakyat memilikinya. Bahkan ada yang menyewa pun tidak mampu, sehingga masih ada yang terpaksa menghuni gubuk-gubuk liar di pinggir sungai, di bawah jembatan, dan lain sebagainya.
Bagaimana dengan jaminan hari tua? Ini masih menjadi isu besar. Karena bahkan di kalangan kelas menengah pun, tidak sedikit orang-orang yang di masa mudanya berkecukupan, namun setelah di usia tua hidup menderita, karena tidak memiliki harta dan penghasilan. Demikian juga dengan kesehatan. Masih sangat banyak kalangan yang tidak mampu berobat ke rumah sakit. Masih sangat banyak yang tidak sanggup memelihara kesehatan sehingga terserang berbagai penyakit. Lantas apa hubungan paparan di atas dengan tulisan ini? Sederhana saja. Yang namanya kebebasan finansial, mesti dimulai dengan pencapaian tingkat kesejahteraan paling mendasar, yakni kelima hal tersebut. Oleh karena itu, ada baiknya dibahas, bagaimana caranya hal tersebut bisa diraih oleh masyarakat, khususnya mengenai jaminan keuangan di hari tua dan terjaminnya kesehatan.
Bagi para karyawan/wati, sebenarnya sudah ada program jaminan sosial tenaga kerja, yang diselenggarakan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Tenaga Kerja, yang salah satunya dikenal dengan sebutan Jamsostek. Sayangnya, dalam realitas belum semua tenaga kerja, yang menjadi peserta Jamsostek. Kenapa demikian? Karena masih ada persepsi bahwa menjadi peserta Jamsostek hanya menambah biaya. Suatu kewajiban. Padahal secara filosofis, pandangan seperti itu bukan saja keliru, namun salah kaprah. Apa pasal?
Sebagaimana telah dipaparkan tadi, salah satu basic welfare itu adalah terpenuhinya jaminan hari tua, atau dalam istilah Jamsostek disebut sebagai JHT. Ini sebenarnya tidak lain merupakan bagian dari perencanaan keuangan. Seseorang yang mulai bekerja misalnya, selain mencari penghasilan untuk membiayai kebutuhan sehari-hari, tentu harus melakukan investasi dan menabung untuk hari tua. Tujuannya sederhana, agar hari tua tidak menderita. Nah, program JHT yang dikelola Jamsostek sebenarnya memiliki landasan berpikir seperti itu, yakni membantu agar para pekerja tidak menderita di hari tuanya. Oleh karena itu, setiap bulan sebagian penghasilan dari pekerja disisihkan untuk membayar iuran JHT, setelab pekerja memasuki usia pensiun, maka seluruh iuran JHT tersebut berikut imbal hasilnya diserahkan kembali kepada si pekerja. Dengan kata lain, pesan Jamsostek adalah mengelola dana para pekerja dan mengadministrasikannya, sekaligus memberikan perlindungan bagi pekerja.
Lalu, kenapa banyak kalangan belum memahami hal tersebut? Banyak alasan. Iuran Jamsostek itu sendiri, misalnya tidak sepenuhnya menjadi beban pekerja. Saat ini, berdasarkan ketentuan, iuran JHT Jamsostek adalab sebesar 5,7 persen dari penghasilan si pekerja. Namun, yang menjadi beban pekerja hanya 2 persen, sedangkan 3,7 persen lagi menjadi tanggung jawab perusahaan pemberi kerja. Nah, di sebagian benak pekerja, angka 2 persen itu bisa dianggap beban. Demikian juga dengan perusahaan pemberi kerja.
Kewajiban yang 3,7 persen dianggap menambah biaya perusahaan. Sekali lagi, pandangan seperti ini, bukan saja menyesatkan namun bisa disebut sebagai mis-responsibility, alias tidak bertanggung jawab. Kenapa? Karena iuran yang 2 persen dari pekerja sebenarnya merupakan dana titipan yang akan mereka nikmati di masa tua. Jadi, persis seperti menabung. Sedangkan bagi perusahaan, kendati membayar 3,7 persen, tentunya menjadi hal lumrah, karena sudah sewajarnya perusahaan memberikan kesejahteraan bagi pekerjanya. Malah di sisi lain, jika kesejahteraan termasuk hari tua si pekerja sudah terjamin, tentunya diharapkan si pekerja bisa melakukan pekerjaan dengan lebih produktif.
Memang, masih cukup banyak masyarakat yang mempertanyakan, kalau iuran itu dititipkan ke Jamsostek untuk dikelola, apakah hasilnya akan baik? Dari data-data yang dikomunikasikan melalui surat kabar, kita melihat bahwa setiap tahun Jamsostek memberikan imbal hasil yang secara persentase malah jauh di atas tingkat bunga tabungan maupun deposito. Jadi, melalui lembaga semacam Jamsostek, iuran tersebut bisa mendapatkan imbal hasil lebih besar, ketimbang si pekerja menabung sendiri di bank.
Melalui paparan tersebut, jelas, untuk memperoleh jaminan keuangan di hari tua, pekerja bisa menjadi peserta Jamsostek. Lebih dari itu, seorang pekerja yang menjadi peserta Jamsostek sejatinya juga mendapatkan perlindungan kesehatan. Jadi kalau sakit, bisa mendatangi rumah sakit rujukan dan memperoleh pelayanan kesehatan. Juga, mendapatkan perlindungan kecelakaan kerja. Artinya, ketika sedang bekerja mengalami kecelakan, maka akan mendapatkan santunan. Dan bahkan juga mendapatkan jaminan kematian, semacam asuransi jiwa, jika pekerja meninggal dunia baik karena sakit ataupun kecelakaan, maka abli warisnya akan memperoleh santunan.
Ringkasnya, pencapaian kesejahteraan dasar, seperti sandang pangan dan papan, serta kesehatan dan jaminan hari tua, sesungguhnya tidak selalu mesti dikelola sendiri. Dan menjadi peserta Jamsostek, berdasarkan undang-undang, mesti diikuti oleh semua pekerja di negara ini. Belakangan, malah terdengar bahwa Jamsostek akan meningkatkan manfaat yang diberikannya, dari sekadar manfaat finansial, menjadi total manfaat. Setiap peserta Jamsostek yang memenuhi persyaratan bisa memperoleh bantuan uang muka perumahan. Jadi, kalau peserta Jamsostek hendak mengambil KPR dari bank, maka untuk uang mukanya bisa meminjam dari Jamsostek dengan bunga amat rendah. Artinya, kebutuhan akan papan juga bisa terpenuhi.
by: Elvyn G. Masassya