Dikisahkan suatu sore di sebuah kota kecil saat jam pulang sekolah tiba. Jalanan yang awalnya agak sepi berubah menjadi ramai karena murid-murid sekolah itu mulai berhamburan keluar sekolah. Ada yang menggunakan sepeda motor, angkutan umum, dan berjalan kaki.
Ada seorang murid perempuan yang sering menyepelekan sesuatu. Semua hal selalu dipandangnya dengan remeh. Suatu ketika di saat jam sekolah usai, tampak banyak murid-murid yang berebutan naik ke dalam bus. Waktu menunjukkan pukul 14.30, antrean angkutan umum berangsur-angsur mulai sepi. Setiap kali ada teman lain yang mengajaknya pulang, ia selalu bilang nanti saja. Murid perempuan itu kemudian duduk di kantin sekolahnya sembari makan jajanan sekolah, chatting di jejaring sosial melalui ponsel.
Tak terasa waktu menunjukkan pukul 16.30, lalu murid perempuan itu mulai beranjak pergi menuju tepi jalan untuk menunggu bus yang akan mengantarkannya pulang ke rumah. Masih asyik bermain, setiap kali ada bus yang berhenti ia selalu menolaknya dan dalam hatinya berkata, "Ah, nanti saja, busnya kurang bagus," dan bus itu pun berlalu.
Semakin sore, angkutan umum yang melintas semakin sedikit dan murid perempuan itu tidak lagi mengutak-atik ponselnya. "Kok, lama sekali busnya?" ucapnya dalam hati. Ia tidak menyadari sedari tadi sudah berapa bus yang dibiarkan lewat begitu saja, tapi ditolaknya dengan berbagai alasan.
Waktu menunjukkan pukul 17.30 dan ia pun belum mendapatkan bus yang dituju. Dua puluh menit kemudian melintaslah sebuah bus dengan kondisi yang lebih buruk daripada bus-bus sebelumnya. Bus tersebut sudah tua, suara mesinnya kasar, tempat duduknya tidak nyaman dan sudah berkarat. Karena tidak ada pilihan lagi, maka dengan kesal hati naiklah ia ke dalam bus itu.
Dalam hidup ini memang sangat beragam pilihan yang dapat kita pilih. Setiap pilihan tersebut tentu memiliki kelebihan, resiko, dan juga kelemahan. Kisah tersebut mengilustrasikan kepada kita, bahwa dalam hidup kita tidak boleh meremehkan segala sesuatu. Bus-bus yang dikisahkan tadi adalah sederet kesempatan yang muncul dan dilewatkan begitu saja dengan sederet alasan yang sepel, seperti bus tidak bagus, bus penuh, bus berbau tidak enak, dan sebagainya sehingga ketika menjelang hari berakhir kita mendapatkan bus yang berkondisi jauh lebih buruk.
Pembaca yang budiman, sering kali kita berlaku seperti murid perempuan dalam kisah tadi. Terlalu banyak alasan, bersikap rewel, berfokus pada kekurangan, bersikap membanding-bandingkan, merendahkan, mencari-cari kesalahan, dan sebagainya. Kita memang berhak untuk memilih, namun bukan berarti bisa memabanding-bandingkan seolah kita tahu bagaimana rasanya dibanding-bandingkan. Kita berhak untuk memilih, namun bukan untuk merendahkan seolah kita mau jika diperlakukan demikian. Kita berhak memilih, namun bukan menceritakan kepada orang lain mengenai kekurangan sesama kita seolah kita tidak memiliki kekurangan. Apakah kita tidak dapat memilih untuk tidak melakukan hal-hal negatif itu?
Kita tetap bisa memilih untuk berbuat tanpa harus merendahkan, mencari-cari kesalahan dan kekurangan. Sepanjang kita adalah manusia, kita tidak luput dari kelemahan dan kekurangan. Jadi, untuk apa kita berlaku layaknya orang yang sempurna? Justru kelemahan dan kekurangan itulah yang menjadikan kita sempurna karena kita saling mengisi dan melengkapi satu sama lain.
by Davit Setiawan
Ada seorang murid perempuan yang sering menyepelekan sesuatu. Semua hal selalu dipandangnya dengan remeh. Suatu ketika di saat jam sekolah usai, tampak banyak murid-murid yang berebutan naik ke dalam bus. Waktu menunjukkan pukul 14.30, antrean angkutan umum berangsur-angsur mulai sepi. Setiap kali ada teman lain yang mengajaknya pulang, ia selalu bilang nanti saja. Murid perempuan itu kemudian duduk di kantin sekolahnya sembari makan jajanan sekolah, chatting di jejaring sosial melalui ponsel.
Tak terasa waktu menunjukkan pukul 16.30, lalu murid perempuan itu mulai beranjak pergi menuju tepi jalan untuk menunggu bus yang akan mengantarkannya pulang ke rumah. Masih asyik bermain, setiap kali ada bus yang berhenti ia selalu menolaknya dan dalam hatinya berkata, "Ah, nanti saja, busnya kurang bagus," dan bus itu pun berlalu.
Semakin sore, angkutan umum yang melintas semakin sedikit dan murid perempuan itu tidak lagi mengutak-atik ponselnya. "Kok, lama sekali busnya?" ucapnya dalam hati. Ia tidak menyadari sedari tadi sudah berapa bus yang dibiarkan lewat begitu saja, tapi ditolaknya dengan berbagai alasan.
Waktu menunjukkan pukul 17.30 dan ia pun belum mendapatkan bus yang dituju. Dua puluh menit kemudian melintaslah sebuah bus dengan kondisi yang lebih buruk daripada bus-bus sebelumnya. Bus tersebut sudah tua, suara mesinnya kasar, tempat duduknya tidak nyaman dan sudah berkarat. Karena tidak ada pilihan lagi, maka dengan kesal hati naiklah ia ke dalam bus itu.
Dalam hidup ini memang sangat beragam pilihan yang dapat kita pilih. Setiap pilihan tersebut tentu memiliki kelebihan, resiko, dan juga kelemahan. Kisah tersebut mengilustrasikan kepada kita, bahwa dalam hidup kita tidak boleh meremehkan segala sesuatu. Bus-bus yang dikisahkan tadi adalah sederet kesempatan yang muncul dan dilewatkan begitu saja dengan sederet alasan yang sepel, seperti bus tidak bagus, bus penuh, bus berbau tidak enak, dan sebagainya sehingga ketika menjelang hari berakhir kita mendapatkan bus yang berkondisi jauh lebih buruk.
Pembaca yang budiman, sering kali kita berlaku seperti murid perempuan dalam kisah tadi. Terlalu banyak alasan, bersikap rewel, berfokus pada kekurangan, bersikap membanding-bandingkan, merendahkan, mencari-cari kesalahan, dan sebagainya. Kita memang berhak untuk memilih, namun bukan berarti bisa memabanding-bandingkan seolah kita tahu bagaimana rasanya dibanding-bandingkan. Kita berhak untuk memilih, namun bukan untuk merendahkan seolah kita mau jika diperlakukan demikian. Kita berhak memilih, namun bukan menceritakan kepada orang lain mengenai kekurangan sesama kita seolah kita tidak memiliki kekurangan. Apakah kita tidak dapat memilih untuk tidak melakukan hal-hal negatif itu?
Kita tetap bisa memilih untuk berbuat tanpa harus merendahkan, mencari-cari kesalahan dan kekurangan. Sepanjang kita adalah manusia, kita tidak luput dari kelemahan dan kekurangan. Jadi, untuk apa kita berlaku layaknya orang yang sempurna? Justru kelemahan dan kekurangan itulah yang menjadikan kita sempurna karena kita saling mengisi dan melengkapi satu sama lain.
by Davit Setiawan