Dikisahkan terdapat seorang anak muda yang mulai tumbuh dewasa. Di sela-sela waktu, ia selalu melamunkan kehidupan masa kecilnya yang selalu gembira di bawah pohon yang rindang. Dalam lamunan itu, ia bermain bersama teman-temannya yang penuh tawa ria. .Ia merasakan indahnya masa kecil yang tanpa masalah dan setiap hari ia selalu bermain ria bersama teman-teman.
Suatu ketika di tengah asyiknya melamun, ia tertidur dan bermimpi. Dalam mimpi itu, seolah ia kembali menjadi seorang anak kecil.
Dalam mimpinya, ia bercanda bersama dengan seekor siput kecil yang sedang mencoba naik ke dahan sebuah pohon, "Hai siput kecil, mau ke mana kamu?" ucapnya.
Siput kecil menjawab, "Aku mau ke atas pohon seperti indukku di atas sana." Dengan membawa rumah siputnya, siput itu naik perlahan ke atas pohon itu menyusul induknya. Anak muda itu mengamati pergerakan siput kecil itu yang kemudian membandingkan dengan siput besar yang sudah berada di atasnya. Perlahan, ia kemudian mendekati siput besar dan berkata, "Hei siput besar, gerakmu kok lambat sekali? Tuh kamu akan segera tersusul oleh anakmu si siput kecil yang berjalan lebih cepat."
Mendengar ucapan itu, siput besar tetap diam sambil tersenyum dan melanjutkan perjalanannya. Hingga suatu saat, kedua siput itu tiba di atas sebuah pohon. Kemudian, siput besar berkata sambil memanggil anak muda itu. "Anak muda....bolehkah aku menjawab pertanyaanmu tadi?" Anak muda menyahut. "Boleh."
"Anak muda, semua siput berjalan dengan membawa serta rumahnya. Apakah kamu memperhatikan rumah yang aku bawa dan rumah yang anakku bawa? Apakah kamu memperhatikan dahan yang aku naiki lebih terjal dan menjulang naik? Sedangkan dahan yang dilalui anakku masih berada di dasar," siput besar berkata.
Kemudian, anak muda itu terdiam merenungkan apa yang baru saja didengarnya. Siput besar itu melanjutkan, "Anak muda, semakin tinggi dan naik medan yang harus dilalui, semakin besar juga tenaga yang dikeluarkan. Semakin tinggi, semakin besar embusan angin yang menerpaku. Itulah mengapa aku melambatkan gerak. Sementara anakku, ia telah aku bukakan jalan melalui cairan yang aku lekatkan di dahan ini, sehingga ia lebih mudah naik." "Anak muda, belajarlah dari kami...," imbuhnya.
Tiba-tiba tersentaklah ia dari tidurnya ketika tertimpa seekor siput yang jatuh tepat di kepalanya. Seketika anak muda itu tersadarkan, kalau kebiasaan berandai-andai yang ia lakukan adalah salah. Tidak mungkin, semakin kita tumbuh dewasa dan menua, masalah kehidupan yang kita hadapi akan semakin berkurang karena kita baru dikatakan hidup jika beban kehidupan yang harus kita lalui semakin bertambah.
Dalam hidup ini semakin kita bertambah dewasa, beban yang kita pikul juga bertambah. Karena kehidupan itu sebanding. Beban seorang anak kecil pasti ringan untuk orang yang lebih dewasa, namun beban tersebut mungkin saja berat untuk anak kecil tersebut.
Semakin berat perjalanan adalah pertanda kita sedang naik. Naik berarti kita tumbuh. Maka, pastikan kita tumbuh menjadi pribadi yang cemerlang dengan melakukan hal-hal yang berguna yang kelak pasti kita tuai.
Janganlah melihat sesuatu itu sebagai beban, namun lihatlah sebagai sebuah tanggung jawab. Hidup adalah serangkaian tanggung jawab. Orang yang bertanggung jawab pada dirinya sendiri pasti dapat mempertanggungjawabkan dirinya bagi orang lain. Demikian juga kehidupan, jika kita tidak bertanggung jawab terhadap hidup kita sekarang; mengisi jiwa kita dengan rasa malas, iri hati, dengki, tidak disiplin, dan sebagainya, maka hampir dapat dipastikan kehidupan kita nanti tidak akan jauh berbeda, yakni sikap negatif.
Pembaca yang budiman, jika kita memperhitungkan dan menimbang-nimbang perbuatan baik yang akan kita lakukan bagi sesama, maka orang lain juga akan memperhitungkan dan menimbang hal baik yang akan diberikan kepada kita. Untuk itu, iklaslah dan taburlah perbuatan baik di mana pun. Karena perbuatan baik tidak akan pernah hilang, ia hanya berubah bentuk. Apa yang kita tabur, pasti kita akan menuainya.
by Davit Setiawan