a

Friday, March 22, 2013

Mengatur Uang Saku


Semua kita pasti menaruh uang di dalam dompet. Hal yang berbeda hanyalah jumlahnya. Ada yang ala kadarnya. Tetapi ada juga yang terbiasa menaruh uang di dompet dalam jumlah yang cukup besar. Alasannya macam-macam. Misalnya, untuk mencegah menggunakan kartu credit ketika berbelanja. Sebaliknya, yang jumlah uang di dompetnya terbatas, mungkin bahwa dengan cara semacam itu, dia bisa berhemat. Pertanyaannya apakah pandangan seperti itu benar?

Belum tentu. Kenapa? Apa pun "mazhab" yang Anda anut dari kedua jenis ini, coba lihat lagi realitas yang Anda alami. Katakanlah, Anda lebih suka menaruh uang dalam jumlah terbatas di dompet Anda. Tapi, di sisi lain, berapa sering Anda harus ke ATM untuk mengisi kembali dompet Anda? Atau, bagaimana perilaku Anda terhadap penggunaan kartu kredit? jangan-jangan, yang terjadi adalah meminimalisir penggunaan uang tunai di dompet, namun sangat gemar menggunakan kartu kredit. Di sisi lain, jika Anda tergolong kaum yang suka menaruh uang banyak di dompet, jangan pula terlalu yakin, bahwa hal itu akan mencegah Anda dari perilaku boros. Mesti dicermati lagi, berapa banyak uang tunai yang Anda belanjakan setiap harinya? Kesimpulannya, jumlah uang di dompet, apakah itu banyak atau sedikit, sebenarnya tidak otomatis memberi jaminan bahwa perilaku keuangan Anda sudah benar. Oleh karena itu, tidak ada salahnya kita pahami lagi, apa sesungguhnya makna uang saku, yang lazimnya ditaruh di dalam dompet.

Uang saku, hakikatnya merupakan bagian dari alokasi penghasilan yang peruntukannya adalah untuk konsumsi sehari-hari. Dalam hal ini meliputi biaya transportasi, makan, kebutuhan sekunder maupun tender yang tergolong konsumtif Jadi, berapa pun uang yang Anda tempatkan di dompet, sesungguhnya adalah untuk memenuhi semua kebutuhan tersebut. Jadi, setiap awal bulan mestinya sudah ada alokasi untuk semua itu. Pertanyaannya, apakah semua dana yang peruntukannya untuk memenuhi kebutuhan konsumsi sehari-hari mesti Anda masukkan ke dalam dompet atau bagaimana? Ada beberapa cara. 

Pertama, pecah dana kebutuhan konsumsi harian itu menjadi per minggu. Lalu lihat berapa jumlahnya. Apakah terlalu besar? Jika ya, maka Anda bisa membaginya lagi untuk kebutuhan per setengah minggu. Nah, dana yang untuk 3 hari itulah yang Anda masukkan dompet. Itu pun dengan catatan bahwa seluruh pengeluaran Anda dilakukan secara tunai.

Apa manfaat menggunakan pendekatan semacam ini? Anda akan terhindar dari kekurangan uang secara tiba-tiba, karena di dompet Anda tersedia uang yang cukup untuk membiayai konsumsi Anda selama 3 hari. Dengan kata lain, Anda menggunakan prinsip 1:3. Atau sekali menaruh uang di dompet, maka peruntukannya adalah untuk 3 hari. Kerugiannya, jika Anda tidak disiplin dengan diri Anda, maka formula 1:3 itu dalam realitasnya bisa saja menjadi I:1 atau 1:2. Bergantung sejauh mana Anda mampu menahan diri untuk tidak berkonsumsi terhadap hal-hal yang tidak direncanakan.

Kedua, tempatkan dana kebutuhan konsumsi harian Anda dalam tabungan. la, bank dana untuk mingguan, simpan di rumah. Namun, tempatkan dana di dompet Anda hanya untuk kebutuhan harian dengan rasio I:1. Dengan kata lain, Anda hanya memasukkan dana dalam jumlah secukupnya. Cara ini, akan membuat Anda menjadi "pelit", karena dana di dompet sangat terbatas. Tapi, akan mencegah Anda untuk mengeluarkan dana yang tidak perlu. Itu pun dengan catatan, Anda tidak menggunakan kartu kredit terhadap hal yang tidak direncanakan. Namun, masalah akan muncul, jika ternyata Anda dihadapkan pada suatu kondisi di mana
Anggaran & Perencanaan Keuangan: Untuk Apa? dibutuhkan uang tunai segera, secara mendadak. Memang, Anda bisa saja ke ATM, namun tentu sedikit merepotkan.

Lantas, mana yang terbaik dari kedua pola di atas. Dua-duanya bisa Anda pilih. Karena kuncinya sebenarnya bukanlah pada besarnya jumlah uang di dompet Anda, melainkan pada perilaku Anda dalam mengelola uang. Artinya, berapa pun banyak atau sedikit uang di dompet Anda, yang jelas, peruntukannya sudah direncanakan sejak awal. Percuma Anda menaruh uang dalam jumlah kecil, kalau perilaku konsumtif, balk menggunakan kartu ATM atau kartu kredit tetap berlangsung.

Lepas dari hal tersebut, sebenarnya di era cashless saat ini, penggunaan uang tunai bukan lagi suatu keharusan. Artinya, Anda bisa saja menggunakan debit card untuk melancarkan suatu transaksi dalam rangka memenuhi kebutuhan konsumsi Anda. Namun, menggunakan debit card yang di dalamnya terdapat uang dalam jumlah besar, juga bisa menimbulkan kerisauan tersendiri. Misalnya, dompet Anda hilang, maka debit card yang notabene merupakan kartu tabungan tersebut juga ikut raib. Nah, untuk mengatasi itu, di perbankan saat ini ada yang disebut dengan dompet elektronik. Jadi isi dompet Anda selain dalam bentuk uang tunai, bisa juga ditambah dengan dompet elektronik yang cara kerjanya persis seperti debit card. Hanya saja, jumlah uang di dalamnya bisa dibatasi, sesuai dengan keinginan Anda, mulai dari Rp1 juta dengan batas maksimal sekitar Rp5 juta. Ini mirip juga dengan pulsa isi ulang.

Prinsip pengelolaan uang saku di atas, bisa diterapkan bukan hanya pada diri Anda, tetapi juga pada anak-anak Anda. Artinya, jika Anda mau mengajarkan disiplin dan memberi kepercayaan sekaligus meminta anak belajar bertanggung jawab, maka pendekatan uang saku yang digunakan tidak mesti dengan pola 1:1, tetapi bisa juga dengan pola 1:3 atau malah 1: seminggu. Dengan kata lain, memberikan uang saku secara mingguan. Cara ini, akan membuat Anak Anda belajar mengelola uang untuk kepentingannya sendiri dan juga Anda akan memahami karakter keuangan Anak Anda.

Ringkasnya, pengelolaan uang saku pada dasarnya bisa dalam bentuk tunai dan bisa pula dalam bentuk dompet elektronik. Namun, yang terpenting nilai uang saku tersebut mesti sesuai dengan peruntukannya dan merupakan bagian dari implementasi pengelolaan keuangan pribadi Anda. Hanya dengan cara pandang seperti itu, Anda akan terlepas dari masalah kekurangan uang ataupun ketidak disiplinan dalam mengelola uang.

 
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...