Dikisahkan sebuah keluarga di sebuah desa yang asri. Keluarga itu berwisata ke sebuah pantai yang terkenal di dunia internasional karena keindahan alamnya yang eksotis dan keramahan penduduknya. Di kala siang hari, tibalah keluarga itu di pantai untuk menikmati suasana sekaligus menghilangkan kepenatan rutinitas sehari-hari. Di sana didapati banyak turis asing dengan beragam aktivitasnya. Ada yang bermain bola, banana boat, speed boat, parasailing, dan masih banyak lagi.
Tiba-tiba, keluarga itu mengalihkan fokus perhatian mereka ke para selancar yang sedang berusaha menaklukkan ombak dan menari-nari dalam gulungan ombak yang sangat menantang. Mereka tampak begitu tertarik, sehingga terkagum-kagum akan kehebatan para peselancar itu.
Sore hari di saat makan di sebuah restoran di tepian pantai sambil menikmati tenggelamnya sang surya bak ditelan bumi, dalam hati sang ayah merenung. Ternyata, para peselancar itu mampu berselancar dan seakan menari-nari justru karena adanya gulungan ombak bukan karena air yang diam.
Lalu beberapa saat kemudian, sang ayah berteriak, "Aku pasti juga bisa menari." Mendengar ucapan itu, sang ibu tidak mengerti dan merasa bingung dengan tingkah laku suaminya. "Ibu, rutinitasku selama ini terkadang terasa berat karena aku salah melihatnya. Aku selalu menganggapnya sebagai beban. Saat melihat peselancar itu, aku tersadarkan dan termotivasi. Aku juga bisa menari-nari di atas pekerjaanku," ucap sang Ayah.
"Ibu, di sana tadi kita juga melihat layang-layang. Aku juga tersadarkan, kalau layang-layang itu dapat terbang tinggi justru karena melawan arah angin. Semakin tinggi angin yang harus dihadapi, semakin hebat hasilnya," imbuh sayng ayah.
Sang ibu terdiam dan dalam hati bersyukur karena sang ayah telah mengerti bahwa cara pandang yang selama ini dimilikinya adalah belum tepat. Kemudian, mereka saling berpelukan dan berkomitmen untuk berjuang lebih keras lagi untuk meraih kehidupan yang lebih baik.
Ombak kehidupan ini tidak pernah memilih siapa yang akan diterjang. Semua orang hidup pasti merasakan ombak kehidupan. Untuk itu, berlatihlah secara terus-menerus agar kita kuat dan semakin kuat karena hantaman ombak-ombak kehidupan. Belarlah dan rasakan rasa sakitnya kehidupan, kemudian menarilah dengan menggunakan "Papan Selancar Kehidupan".
by Davit Setiawan
Tiba-tiba, keluarga itu mengalihkan fokus perhatian mereka ke para selancar yang sedang berusaha menaklukkan ombak dan menari-nari dalam gulungan ombak yang sangat menantang. Mereka tampak begitu tertarik, sehingga terkagum-kagum akan kehebatan para peselancar itu.
Sore hari di saat makan di sebuah restoran di tepian pantai sambil menikmati tenggelamnya sang surya bak ditelan bumi, dalam hati sang ayah merenung. Ternyata, para peselancar itu mampu berselancar dan seakan menari-nari justru karena adanya gulungan ombak bukan karena air yang diam.
Lalu beberapa saat kemudian, sang ayah berteriak, "Aku pasti juga bisa menari." Mendengar ucapan itu, sang ibu tidak mengerti dan merasa bingung dengan tingkah laku suaminya. "Ibu, rutinitasku selama ini terkadang terasa berat karena aku salah melihatnya. Aku selalu menganggapnya sebagai beban. Saat melihat peselancar itu, aku tersadarkan dan termotivasi. Aku juga bisa menari-nari di atas pekerjaanku," ucap sang Ayah.
"Ibu, di sana tadi kita juga melihat layang-layang. Aku juga tersadarkan, kalau layang-layang itu dapat terbang tinggi justru karena melawan arah angin. Semakin tinggi angin yang harus dihadapi, semakin hebat hasilnya," imbuh sayng ayah.
Sang ibu terdiam dan dalam hati bersyukur karena sang ayah telah mengerti bahwa cara pandang yang selama ini dimilikinya adalah belum tepat. Kemudian, mereka saling berpelukan dan berkomitmen untuk berjuang lebih keras lagi untuk meraih kehidupan yang lebih baik.
Ombak kehidupan ini tidak pernah memilih siapa yang akan diterjang. Semua orang hidup pasti merasakan ombak kehidupan. Untuk itu, berlatihlah secara terus-menerus agar kita kuat dan semakin kuat karena hantaman ombak-ombak kehidupan. Belarlah dan rasakan rasa sakitnya kehidupan, kemudian menarilah dengan menggunakan "Papan Selancar Kehidupan".
by Davit Setiawan