a

Friday, December 21, 2012

Belajar dari Sang Surya

Di sebuah kota tinggalah dua orang bijak yang sudah hidup bersama selama tiga puluh tahun. Selama itu mereka belum pernah sekalipun bertengkar. Suatu hari, seorang dari mereka berkata, "Tidaklah kau berpikir bahwa inilah saatnya kita bertengkar, paling tidak sekali saja?"
Kawannya menyahut, "Bagus kalau begitu! Mari kita mulai. Apa yang harus kita pertengkarkan?" Orang bijak pertama menjawab, "Bagaimana kalau sepotong roti ini?"
"Baiklah, marilah kita bertengkar karena roti ini. Tapi, bagaimana kita melakukannya?" tanya orang bijak kedua. Orang bijak pertama lalu berkata, "Roti ini puyaku. Ini milikku semua." Orang bijak kedua menjawab, "Kalau begitu, ambil saja."
Para pembaca yang budiman, alangkah damainya dunia ini kalau kita semua berperilaku seperti dua orang bijak tersebut. Coba Anda renungkan, bukankah pertengkaran, perselisihan, dan peperangan yang terjadi di dunia ini semuanya bersumber dari keinginan kita untuk meminta sesuatu dari orang lain. Kita suka meminta tapi sayangnya kita tak suka memberi.

Di rumah kita meminta perhatian pasangan kita, meminta anak-anak memahami kita, meminta pembantu melayani kita. Di tempat kerja, kita meminta bantuan bawahn, meminta pengertian rekan sejawat, dan meminta gaji yang tinggi pada atasan. Di masyarakat, mereka yang mengaku sebagai pemimpin selalu meminta pengertian dan kesabaran masyarakat, meminta masyarakat hidup sederhana dan mengencangkan ikat pinggang.
Bahasa kita sehari-hari adalah "bahasa" meminta. Mengapa kita suka meminta tetapi sulit memberi? Ada logika yang sepintas lalu masuk akal. Logika tersebut mengatakan, "Dengan meminta milik Anda akan bertambah, sebaliknya dengan memberi milik Anda akan berkurang." Pikiran semacam ini menimbulkan ketamakan dan perasaan takut untuk berbagi.
Padahal hukum alam menyatakan yang sebaliknya. Justru dengan banyak memberi, kita akan banyak pula menerima. Coba perhatikan orang yang disenangi dalam pergaulan. Merekalah orang yang suka memberi. Sebaliknya orang-orang yang dibenci adalah orang yang pelit dan tak pernah memberi.
Keinginan untuk memberi tak ada kaitannya dengan banyaknya harta yang kita miliki. Ada orang yang kaya raya tapi sulit sekali memberi. Mereka selalu mengatakan, "Kalau banyak memberi, kapan saya bisa kaya seperti ini?" Mereka tak mau memberi karena takut miskin. Seolah-olah dengan memberi mereka akan terkuras habis. Mereka sesungguhnya orang yang benar-benar miskin. Karena bukankah ketakutan akan kemiskinan merupakan kemiskinan itu sendiri?
Sebaliknya ada orang yang sederhana tetapi senantiasa mau berbagi dengan orang lain. Mereka inilah orang-orang yang kaya. Yang menjadikan kita kaya sebenarnya bukanlah seberapa banyak yang kita miliki, tetapi seberapa banyak yang kita berikan kepada orang lain.
Sumber kekayaan yang sejati sebenarnya terletak di dalam diri kita sendiri. Sayangnya banyak orang yang tak sadar. Mereka sibuk mengumpulkan permata dan berlian, lupa bahwa permata yang "asli" sebenarnya ada di dalam diri kita sendiri.
Namun hal itu tidak terjadi begitu saja. Ibarat menggali permata yang ada di dalam bumi, Anda juga harus melakukan penggalian ke dalam diri kita. Nah, begitu Anda melakukan perjalanan ke dalam, Anda akan mulai merasakan efeknya.. Mula-mula, beberapa masalah fisik yang berlarut-larut akan terhapuskan, kemudian masalah-masalah emosi yang pelik akan terselesaikan. Teruskan menggali, Anda akan merasakan hidup yang bermanfaat, dan akhirnya akan timbu suatu kesadaran bahwa kita semua adalah satu dan tak bisa dipisah-pisahkan.
Untuk bisa menggali, Anda perlu menemukan kuncinya. Tanpa kunci ini perjalanan Anda akan sia-sia belaka. Anda ingin tahu kuncinya? Jawabnya adalah: dengan emberi kepada orang lain!
Jangan salah, memberi tak selalu harus berkaitan dengan materi dan uang. Kahlil Gibran mengatakan, "Bila engkau memberi dari hartamu, tiada banyklah pemberian itu. Bila engkau memberi dari dirimu itulah pemberian yang penuh arti." Ada banyak sekali kesempatan bagi kita untuk memberi. Anda bisa memberikan perhatian, pengertian, waktu, energi, pemikiran, pujian, dan ucapan terima kasih. Anda bisa memberikan jalan bagi pengendara mobil lain di jalan raya. Anda juga bisa sekedsar memberikan senyuman. Hal-hal yang sederhana ini bisa berarti banyak bagi orang lain.
Orang yang enggan memberi adalah mereka yang tak pernah belajar dari kehidupan itu sendiri. Padahal esensi kehidupan adalah memberi. Tuahan sebagai sumber kehidupan adalah Sang Maha Pemberi. Lihatlah, betapa Tuhan tela memberikan segalanya tanpa pilih kasih, tak perduli kita baik ataupun jahat. Inilah unconditional love, sebuah cinta tanpa syarat.
Seorang ibu juga adalah pemberi yang tulus yang telah memberikan seluruh hidupnya untuk anak-anak yang dicintainya. Sebuah lagu menggambarkan hal ini dengan sangat indah, "Kasih ibu kepada beta/Tak terhingga sepanjang masa/Hanya memberi tak harap kembali/Bagai sang surya menyinari dunia".

by Arvan Pradiansyah
 
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...