a

Thursday, March 28, 2013

Pinjaman untuk Investasi


"Berutang adalah dosa". Mungkin sebagian dari Anda pernah mendengar jargon semacam itu. Lepas, apakah Anda memiliki keyakinan yang sama atau tidak, yang jelas, tidak ada satu kitab suci pun yang mengatakan utang adalah dosa. Tidak ada satu aturan hukum yang melarang orang untuk berutang. Yang dosa dan melanggar hukum adalah kalau ngemplang utang. Dalam pakem keuangan, utang malah dianjurkan sebagai salah satu cara meningkatkan produktivitas. Bahkan negara kesatuan RI sekalipun memiliki utang yang bejibun. Kalau tidak ditopang oleh utang, APBN akan jebol dan tidak memiliki kemampuan membiayai pembangunan. Jadi, kata kuncinya adalah produktivitas. Dengan kata lain, sepanjang utang itu memberikan nilai tambah dan manfaat ekonomis dalam pengguunaannya, maka utang merupakan tindakan yang sah-sah saja.

Lantas bagaimana kalau utang alias pinjaman itu peruntukannya untuk kepentingan pribadi? Tidak masalah. Sekali lagi, sepanjang utang digunakan untuk meningkatkan produktivitas dan memberikan nilai tambah ekonomi, maka utang boleh dilakukan. Sebagai misal, umpamakan Anda berbisnis kue. Anda membutuhkan modal kerja untuk membeli bahan baku, seperti tepung, telur, dan lain sebagainya untuk meningkatkan jumlah produksi. Selanjutnya, dengan produksi yang lebih besar, angka penjualan pun meningkat. Ujung-ujungnya keuntungan juga berlipat gand2. Atau lebih jauh lagi, bisnis kue Anda diminati banyak orang. Jika semula Anda hanya menjual kue di rumah, sekarang Anda berkeinginan memiliki toko. Anda boleh saja berutang atau meminjam kredit bank untuk membeli toko. Dengan catatan, nilai penjualan Anda harus lebih besar lagi, sehingga keuntungan pun meningkat juga. Dengan kata lain, kemampuan bisnis Anda menghasilkan keuntungan mampu mengembalikan pinjaman Anda.

Anda mungkin mengatakan bahwa hal seperti diuraikan tadi, sangat umum. Tidak ada yang istimewa dan banyak orang sudah melakukannya. Oke, Anda benar. Tapi, seperti telah diutarakan, hal yang dipaparkan tersebut hanyalah perumpamaan sederhana. Intinya, bagaimana dengan utang kita bisa meningkatkan produktivitas, termasuk dalam hal ini adalah produktivitas aset. Bagaimana konkretnya? Begini...

Coba cek aset yang Anda miliki, apa saja wujudnya dan bagaimana kinerjanya selama ini? Katakanlah, Anda memiliki rumah sebagai tempat berteduh dan wadah menjalin kasih keluarga. Lalu, apa nilai ekonomis lain yang dimiliki oleh rumah Anda? Anda akan mengatakan bahwa setiap tahun, harganya meningkat. Bisa karena lokasi tempat tinggal Anda yang strategis, kebetulan di dekat-dekat situ ada pembangunan baru yang mendongkrak harga tanah, dan lain sebagainya. Kalau setting-nya seperti itu, Anda termasuk beruntung. Namun bagaimana jika harga rumah di daerah tempat tinggal Anda ternyata segitu-gitu saja. Apa yang Anda lakukan? Berdiam diri? Jika sikap Anda seperti ini, maka Anda sebenarnya telah menjadikan rumah Anda sebagai aset tidak produktif. Rumah Anda akan terdepresiasi dan hanya menjadi biaya. Sebab, Anda pasti mengeluarkan biaya pemeliharaan setiap bulannya. Oleh karena itu, sebenarnya Anda bisa mempertirnbangkan untuk memproduktifkan rumah Anda. Ya, Anda pergi ke bank, pinjam kredit dan gunakan rumah Anda sebagai jaminannya. Lalu dana yang Anda peroleh dari bank itu dipergunakan untuk kegiatan ekonomis, apakah itu berbisnis atau bahkan melakukan investasi baru. Konkretnya, meminjam untuk kegiatan investasi.

Itu kalau Anda memiliki rumah. Bagaimana kalau ternyata Anda belum memiliki rumah? Hal yang lazim dipahami banyak orang, rumah bisa dimiliki dengan mengajukan KPR atau kredit kepemilikan rumah ke bank. Sepanjang penghasilan mencukupi untuk membayar angsuran, maka Anda bisa saja memperoleh KPR dan selanjutnya menempati rumah yang Anda inginkan. Tidak ada yang istimewa dengan skema ini.
Tapi, bagaimana jika yang Anda inginkan adalah rumah yang dibangun sendiri. Anda ingin membeli sebidang tanah terlebih dahulu dan selanjutnya baru membangun rumah di atas tanah tersebut. Padahal, Anda tidak memiliki tabungan dan Jana yang memadai. Apa yang bisa dilakukan? Seperti judul bab ini, Anda boleh meminjam untuk kegiatan investasi. Bagaimana caranya? Sekali lagi, cermati aset yang telah Anda miliki. Mungkin saja Anda memiliki kendaraan bermotor. Atau paling tidak Anda memiliki gaji yang sebagiannya Anda alokasikan untuk tabungan. Jika ya demikian, maka Anda bisa saja pergi ke bank, dan kredit multiguna. Beli sebidang tanah, dan kredit itu diangsur melalui potongan gaji Anda, yang selama ini Anda alokasikan untuk tabungan.

Hanya saja, biasanya bank tidak akan membiayai pembelian aset sebesar nilai aset. Bank hanya berkenan memberikan pembiayaan maksimal 70 persen. Sedangkan yang 30 persen lagi mesti dibiayai oleh kantong Anda sendiri. Anda mungkin akan mengatakan, tidak ada dananya. Jangan lupa, mungkin Anda memiliki kendaraan. Jadikan BPKB kendaraan itu sebagai jaminan untuk memperoleh pinjaman. Dengan kata lain, 30 persen dana pembelian tanah dibiayai oleh pinjaman yang dijamin oleh BPKB kendaraan, sementara 70 persen lagi dibiayai oleh kredit multiguna. Apakah mungkin hal semacam itu dilakukan? Sangat mungkin, namun dengan catatan. Artinya, gaji Anda diterima secara utuh, dalam arti Anda belum memiliki kewajiban-kewajiban untuk membayar utang. Kalaupun ada, nilainya tidak signifikan. Dengan kata lain, Anda masih memiliki penghasilan yang 30 persennya bisa dialokasikan untuk mengangsur kewajiban utang Anda ke bank.

Boleh jadi, setelah Anda hitung ulang, ternyata kemampuan penghasilan Anda terbatas. Jangan putus asa. Coba cermati kembali hitungan Anda, berapa tahun masa angsurannya? Anda bisa saja memperpanjang jangka waktu kredit Anda, sehingga jumlah angsuran yang dibayar setiap tahunnya menjadi lebih kecil. Pendeknya, hitung lagi sehingga jumlah angsuran setiap bulan tidak melebihi 30 persen penghasilan. Kalau belum cukup, jangka waktu kreditlah yang diperpanjang.

Tentu saja, di balik strategi berutang untuk investasi sebagaimana dipaparkan tadi, terkandung juga risiko-risiko. Misalnya, tiba-tiba Anda kehilangan pekerjaan dan atau jatuh sakit dan lain sebagainya, sehingga kemampuan membayar kembali utang menjadi terganggu. Bagaimana mengatasinya? Risiko semacam itu mesti dialihkan ke pihak asuransi_ Itu jawabannya. Dengan kata lain, ketika kegiatan Anda termasuk berutang mengandung risiko, maka belilah polis asuransi untuk meng-cover risiko tersebut. Singkatnya, utang untuk investasi bukanlah hal Karam. Namun, utang juga memiliki risiko tidak terbayar karena berbagai sebab. Untuk menyiasatinya, alihkan risiko ke perusahaan asuransi. Silakan mencoba.
by: Elvyn G. Masassya
 
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...