a

Monday, March 25, 2013

Perilaku "Menyimpang" Investor

Jika Anda tergolong kalangan yang gemar "bermain" saham, pasti pernah merasakan nikmatnya gain dan juga perihnya kerugian dari investasi yang Anda tanamkan. Pertanyaannya, apa yang menyebabkan Anda memperoleh gain dan apa pula yang membuat Anda terjerembap dalam kerugian? Anda bisa menjawab dengan seribu satu alasan. Tetapi, berdasarkan riset di negara-negara maju, penyebab utama keberhasilan dan juga kegagalan dalam investasi saham sebenarnya adalah faktor perilaku investor. Logika di balik pernyataan ini sangat sederhana, yakni, transaksi di pasar modal terjadi karena ada investor yang menjual dan membeli saham yang sama. Kenapa ada yang menjual? Karena melakukan profit taking atau bahkan cut loss. Kenapa ada yang membeli? Karena berharap harga saham tersebut akan mengalami penguatan. Ini menunjukkan persepsi investor terhadap saham yang sama bisa bertolak belakang. Padahal fundamental dan historikal dari saham tersebut sama-sama diketahui oleh investor yang menjual maupun yang membeli. Hal yang membedakan kedua investor itu adalah persepsi. Dari persepsi itu muncullah perilaku. Inilah yang kemudian memengaruhi pengambilan keputusan seorang investor dalam bertransaksi di pasar saham. Perilaku itu sendiri bukannya tidak banyak yang menyimpang dan berujung pada kegagalan investasi.

Setidaknya ada beberapa perilaku investor ritel yang kerap menjadi penyebab kegagalan dalam investasi saham. Apa saja? Pertama, over confidence, atau percaya diri yang berlebihan. Dalam realitasnya, perilaku percaya diri berlebihan bisa terlihat dari aksi yang dilakukan investor yang bernyali besar dengan melakukan trading saham sesering mungkin. Ada keyakinan bahwa dari sekian saham yang dibeli, sebagian di antaranya akan memberikan gain. itu sebabnya kerap perilaku ini dekat dengan sikap spekulatif. Kendati beberapa contoh memperlihatkan saham yang dibeli memang memberikan gain, tetapi karena trading yang dilakukan teramat sering maka biaya transaksinya pun menjadi besar. Ujung-ujungnya, gain bersih yang diperoleh menjadi tidak signifikan karena "termakan" ongkos transaksi. Selain itu, dengan frekuensi trading yang teramat kerap, maka pergerakan harga saham itu sendiri belumlah signifikan. Gain sedikit langsung jual. 

Potensi rugi sedikit juga langsung dijual. Dampak yang lain, komposisi portofolio saham menjadi sangat cepat berubah. Konkretnya, tidak ada satu saham pun yang memberikan gain besar. Yang ada hanya biaya transaksi yang besar. Sehingga, ketika dihitung secara tahunan, gain bersihnya lebih kecil dibandingkan dengan perturnbuhan indeks itu sendiri.

Kedua, loss aversion atau penghindar kerugian. Ini berbeda dengan risk aversion atau penghindar risiko. Kalau risk aversion tidak berani membeli saham, karena beranggapan risikonya tinggi. Sementara, loss aversion lebih merupakan perilaku yang bersifat psikologis, di mana seorang investor ketika merugi, katakanlah 10 persen merasa "sakit" luar biasa. Sementara, ketika mendapat keuntungan yang, umpamakan juga 10 persen, malah merasa biasa-biasa saja. Dengan kata lain, tidak pernah puas dengan gain yang diperoleh, namun merasa kecewa yang teramat dalam jika mengalami kerugian. Implikasinya, ketika membeli satu saham dan saham tersebut mengalami penurunan harga, maka yang bersangkutan tidak pernah berani untuk menunggu lama. Sahara tersebut langsung dijual. Padahal, penurunan harga saham itu bisa bersifat sementara, karena faktor sentimen pasar. Artinya, esok harinya harga saham itu bisa kembali naik. Namun investor berperilaku loss aversion sudah telanjur menjual sahamnya dengan hasil rugi. Dengan perilaku seperti ini, akan banyak sekali saham-saham yang memberikan kerugian walaupun fundamental saham tersebut sebenarnya baik. Akan tetapi, karena si investor takut merugi, maka setiap terjadi penurunan harga langsung sahamnya dilepas.

Ketiga, narrow framing. Ini bisa diartikan sebagai cara pandang yang sempit clan kemudian menjadi mirip dengan perilaku loss aversion. Bagaimana maksudnya? Investasi di saham, hakikatnya adalah investasi berjangka panjang, dengan harapan ekonomi terus bertumbuh, kinerja perusahaan emiten juga bertumbuh dan tentu saja harga sahamnya juga meningkat. Namun, ketika seorang investor telah memiliki narrow framing, maka tidak memiliki minat untuk melihat pergerakan harga dalam kurun waktu yang panjang. Sebut saja saham A. Dalam kurun waktu sejak tahun 2009 sampai dengan akhir 2010 memiliki kinerja yang bagus, tetapi di triwulan pertama 2011 kinerjanya jelek. Investor yang narrow framing, tidak peduli dengan kinerja 2 tahun terakhir, namun fokus hanya dalam kinerja 3 bulan. Lebih parah lagi, ada yang cuma melihat pergerakan harga saham selama seminggu terakhir. Akibatnya, keputusan yang diambil lebih banyak merugikan. Ujung-ujungnya gagal untuk memperoleh gain.

Keempat, representativeness. Perilaku ini biasanya mengambil kesimpulan atas suatu kondisi hanya berdasarkan situasi pada sektor tertentu. Katakanlah untuk pasar modal Indonesia saat ini, sektor yang lagi digemari adalah sektor pertambangan. Maka pergerakan harga di sektor ini langsung ditafsirkan sebagai gambaran menyeluruh terhadap pasar. Padahal tidak seperti itu. Dalam realitasnya, sektor-sektor lain yang melemah sekalipun tetap ada emiten-emiten yang kinerjanya bagus. Atau bentuk lain dari representativeness ini adalah terlalu bereaksi terhadap berita-berita buruk. Dianggapnya berita buruk akan berdampak buruk terhadap seluruh saham di pasar modal. Faktanya tidak demikian. Karena, saham-saham di pasar, kendati ada di sektor yang sama, tetap saja memiliki karakteristik sendiri dan kondisi fundamental yang berbeda satu sama lainnya.

Nah, berangkat dari beberapa perilaku "menyirnpang" sebagaimana baru saja dipaparkan, coba cermati perilaku Anda sendiri, apakah ada yang seperti itu atau tidak. Lalu, cermati hasil investasi Anda selama ini di pasar modal. Kalau belum maksimal, bukan tidak mungkin, penyebabnya adalah perilaku Anda sendiri dan tentu saja perilaku itu mesti diubah, jika Anda ingin lebih sukses berinvestasi di pasar modal. Selamat mencoba.

 
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...