a

Friday, March 22, 2013

Keterbatasan Penghasilan


Penghasilan terbatas, sementara kebutuhan pengeluaran tidak terbatas. Jargon semacam itu memang bukan hal baru. Di sekitar kita, tetangga, teman, sanak saudara, handai tolan atau bahkan kita sendiri, mungkin pernah (atau masih) terjebak dalam situasi semacam itu. Bukan hal baru memang. Namun karena masih saja terjadi, maka ulasan mengenai hal tersebut tetap saja aktual.

Mari kita cermati dulu filosofinya, apakah benar, penghasilan itu terbatas dan kebutuhan akan pengeluaran tidak terbatas. Jawabannya adalah tidak benar. Tentang penghasilan misalnya, jika Anda bekerja pada suatu perusahaan, maka Anda akan menerima gaji, bonus, dan lain sebagainya. Anda menyebutnya sebagai terbatas, karena semua penerimaan tersebut bersifat tetap. Apakah benar demikian? Tidak juga. Anda sebenarnya masih memiliki peluang untuk memperoleh penghasilan lain, di antaranya yaitu investasi. Ketika Anda mau menyisihkan sebagian penghasilan tetap itu untuk berinvestasi, maka hasil investasi Anda bisa tidak terbatas. Jangan pernah bilang, tidak ada dana tersisa untuk investasi. Berapa pun kecilnya dana yang mampu Anda sisihkan, suatu ketika dana itu akan beranak pinak. Itulah investasi.

Tapi, bagairnana jika, sebut saja, Anda bukan karyawan pada sebuah perusahaan, namun bekerja untuk diri sendiri, apakah itu sebagai usahawan ataupun pekerja kreatif. Benar, penghasilan Anda tidak tetap, bisa besar bisa kecil. Tapi coba pikir, kenapa bisa besar dan bisa kecil? Bergantung pada apa yang Anda perbuat. Jika Anda mampu rnendapatkan order atau pernbeli dari produk/jasa yang Anda jual dalam jumlah besar, maka penghasilan Anda juga bisa sangat besar dan tidak terbatas. Jadi, bergantung pada kernampuan Anda sendiri. Dan dari penghasilan tersebut, selanjutnya, sebagian bisa pula diinvestasikan. Konkretnya, penghasilan yang Anda sebut sebagai terbatas, sebenarnya tidak ada. Yang ada adalah masih belum optimalnya kemampuan yang dikerahkan untuk memperoleh penghasilan yang tidak terbatas.

Berikutnya adalah aspek pengeluaran. Sudah menjadi rahasia umum, banyak keluarga setiap bulan mengeluh, karena penghasilan yang diperoleh tidak cukup untuk membiayai hal ini itu. Termasuk misalnya, ingin memiliki berbagai barang yang diinginkan. Intinya, banyak sekali keinginan yang tidak terpenuhi karena (anggapan) minimnya penghasilan. Pertanyaannya, apakah jika keinginan itu tidak terpenuhi, lantas hidup selesai? Kecuali Anda bunuh diri, maka hidup akan terus berlangsung. Keluhan selalu ada, namun ketika keinginan tidak terpenuhi toh juga tidak apa-apa. Anda pengin memiliki telepon seluler yang paling mutakhir. Tidak terbeli? Memang kenapa? Telepon seluler yang sekarang dipakai toh masih berfungsi. Itu contoh, berapa keinginan itu sebenarnya tidak terbatas, tetapi kebutuhan ada batasnya. Anda bisa memiliki 10 telepon genggam. Namun fungsinya tetap sama, yakni kebutuhan untuk komunikasi. Gengsinya saja yang mungkin berbeda. Dan dalam jagat keuangan,gengsi tidak bisa dianggap sebagai kebutuhan. Itu hanya keinginan, yang jika tidak terpenuhi, sama sekali tidak berdampak apa-apa, kecuali dampak perasaan belaka.

Konsep penghasilan dan pengeluaran sebagaimana dipaparkan, sebenarnya sangat mendasar dan semua orang juga tahu. Tapi, kenapa untuk mengimplementasikannya terasa sangat sulit? Masalahnya bukan lagi di tataran pengaturan keuangan. Melainkan pengaturan diri sendiri; self control. Sama seperti kita mengetahui bahwa rokok itu tidak baik, tapi tetap saja merokok. Atau kita tahu, korupsi adalah tindakan tercela yang bisa bermuara ke penjara di dunia dan bahkan neraka di akhirat, toh tetap saja terjadi. Kembali, soalnya adalah bagaimana mengalahkan nafsu di diri sendiri. Itu fondasinya. Lantas, bagaimana dengan jurus keuangan mengatasi keterbatasan penghasilan dan besarnya pengeluaran.

Pertama, telaah dulu aspek yang bersifat controllable, yakni aspek pengeluaran. Hakikatnya, berapa pun kecilnya penghasilan akan mencukupi untuk membiayai pengeluaran. Kenapa? Karena di dunia ini pengeluaran itu lebih bersifat pilihan. Anda bisa sarapan pagi di hotel mewah dengan biaya Rp500 ribu, tetapi juga bisa hanya dengan sepotong roti yang harganya Rp5.000. Itu baru menyangkut pilihan dalam hal mendasar, yakni pemenuhan pangan, yang bersifat primer. Tetapi, dalam realitasnya yang lebih sulit dikontrol adalah pengeluaran untuk hal-hal yang bersifat sekunder dan tersier. Oleh karena itu, perlu mendefinisikan kembali apa saja yang tergolong kebutuhan primer, sekunder dan tersier, dengan menggunakan logika kebutuhan manusia secara umum.

Ini penting dipahami, sebab ada kalangan tertentu yang misalnya, beranggapan bahwa pergi senang-senang ke klub malam, merupakan kebutuhan utama, sementara sandang dan pangan menjadi kebutuhan nomor sekian. Jika ini yang menjadi "mazhab" tentu saja tidak ada konsep keuangan yang bisa dijadikan solusi. Makhluk seperti itu tergolong extraordinary, maka solusi permasalahan keuangannya juga mesti extraordinary; tidak berlaku bagi orang kebanyakan. Dus, tidak perlu kita babas di sini.

Kedua, jangan pernah berutang untuk memenuhi kebutuhan yang bukan primer. Kalau Anda tidak mampu lagi memberi makan keluarga, dalam keadaan darurat Anda boleh saja berutang, pada siapa saja. Tetapi, kalau gara-gara Anda ingin membeli telepon seluler model terbaru, atau ingin jalan-jalan ke Karibia atau sekadar memiliki barang-barang konsumtif, yang sebenarnya tanpa itu Anda tidak apa-apa, maka Anda telah menggadaikan masa depan keuangan Anda. Kok begitu? Ya, karena Anda telah mengalokasikan pendapatan masa datang Anda untuk hal-hal yang bersifat tidak utama. Dan dijamin, Anda akan terjerembap dalam "kuburan" utang, karena penghasilan Anda sudah tidak mencukupi lagi,

bahkan untuk membiayai kebutuhan primer. Kecuali, Anda bermaksud ngemplang kepada pemberi utang. Itu soal lain. Itu artinya, Anda memang rela menggadaikan harga diri Anda hanya karena barang-barang konsumtif Ringkasnya, kebutuhan manusia pada dasarnya adalah terbatas. Yang tidak terbatas adalah keinginan. Oleh karena itu, mengelola penghasilan agar cukup untuk membiayai kebutuhan akan pengeluaran, hakikatnya adalah mengelola keinginan dan meningkatkan self control. Selamat mencoba.

 
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...