Tidak ada satu orang pun yang menginginkan kondisi keuangannya "lebih besar pasak dari tiang". Akan tetapi, tidak satu orang pun yang bisa memastikan bahwa kondisi keuangannya akan baik-baik saja. Bahkan, seseorang yang setiap tahunnya mengalami kenaikan pendapatan belum tentu kondisi keuangannya akan lebih baik. Kenapa? Karena jumlah kenaikan pengeluaran bisa saja lebih besar ketimbang kenaikan pendapatan. Oleh karna itu, kata kunci untuk menstabilkan kondisi keuangan, atau bahkan membuatnya jadi lebih baik, bukan semata-mata pada pengelolaan pendapatan. Tetapi, yang jauh lebih efektif adalah pengelolaan pengeluaran atau biaya.
Biaya, hakikatnya bisa dibagi menjadi 2 (dua), yakni biaya untuk membiayai sesuatu yang bersifat "must have" dan biaya yang bersifat "nice to have". Dalam realitasnya, banyak kalangan mengalami kesulitan untuk membedakan kedua biaya tersebut. Contohnya untuk memenuhi kebutuhan primer saja seperti sandang, pangan, dan papan. Sekilas, pemenuhan semua kebutuhan tersebut merupakan biaya-biaya yang bersifat must have. Padahal tidak demikian. Sandang misalnya. Bahwa setiap orang mesti menutupi tubuhnya dengan sandang merupakan keharusan. Tapi, apa merek sandang yang akan dibeli dan berapa harganya bukanlah kebutuhan, melainkan keinginan dan itu tergolong nice to have. Ringkasnya, mengontrol biaya pengeluaran sebenarnya adalah bagaimana memahami karakteristik biaya yang bersifat "must have" dan yang "nice to have". Bagaimana konkretnya? Begini...
"Must have" lebih bersifat substansi atau fungsi dari suatu barang. Misalnya kendaraan. Seseorang membutuhkan kendaraan sebagai alat transportasi. Tapi, apakah kendaraan tersebut harus berharga mahal, buatan Eropa, berbentuk sedan mewah, dan lain sebagainya, itu merupakan "nice to have". Dengan membedakan mana yang "must have" dan mana yang "nice to have" barulah kemudian dilakukan langkah-langkah selanjutnya.
Pertama, pastikan seluruh biaya yang akan Anda, keluarkan berdasarkan suatu perencanaan. Ini memang tidak mudah. Tetapi, jika ingin kondisi keuangan Anda tidak masuk dalam kondisi "lebih besar pasak dari tiang", maka disiplin dalam membuat perencanaan dan melaksanakannya adalah fondasi yang sulit dihindari. Perencanaan pengeluaran biaya itu bisa bersifat tahunan, bulanan, dan mingguan. Buat dengan rinci kebutuhan pengeluaran Anda. Lalu pada setiap item renungkan lebih dulu, apakah rencana pengeluaran itu suatu keharusan atau sekadar keinginan.
Kedua, mereview perencanaan pengeluaran sebelum diimplementasikan. Katakanlah seluruh rencana pengeluaran yang sudah dibuat diyakini berdsarkan sesuatu yang bersifat "must have". Apakah persoalan selesai? Belum. Cek dulu implementasinya. Artinya, pada saat pelaksanaan, bisa jadi item yang hendak dibiayai sudah bukan kebutuhan lagi. Apa misalnya? Pada bulan Juni Anda berencana untuk membeli sepatu baru. Ternyata, sepatu yang Anda miliki masih bagus. Tentu pembelian sepatu baru tidak lagi menjadi kebutuhan. Dan masih banyak lagi contoh-contoh lainnya yang mirip seperti itu.
Ketiga, melakukan inovasi terhadap biaya yang hendak dikeluarkan. Ini memang bukan soal mudah untuk dilakukan. Namun, inovasi biaya jauh lebih strategis ketimbang dua hal yang sebelumnya dipaparkan. Bagaimana maksudnya? Ambil contoh sederhana. Anda mengalokasikan sejumlah dana untuk membiayai transportasi Anda ke kantor. Katakanlah membeli bensin untuk mobil Anda. Ini memang kebutuhan. Tapi pernahkah Anda berpikir, bahwa biaya bensin kendaraan tidak selalu mesti ditanggung sendiri. Kok bisa? Sangat bisa. Jika Anda tinggal di suatu kompleks, Anda sebenarnya bisa mengajak tetangga untuk bersama-sama naik kendaraan Anda ke kantor. Lalu untuk biaya bensin ditanggung bersama. Mungkin Anda merasa malu untuk melakukan hal tersebut. Namun, coba gunakan rasionalitas. Malu berarti tambahan biaya. Tinggal pilih, mau malu atau mau hemat. Atau jika tidak mau menggunakan cara tersebut, bisa memilih cara sebaliknya, yakni Anda yang menumpang kendaraan tetangga Anda. jika Anda melakukan hal ini 3 kali dalam seminggu, hitung berapa besar penghematan yang bisa dilakukan dalam kurun waktu setahun.
Inovasi biaya juga bisa dilakukan dalam konteks yang lain, apalagi yang sifatnya kebutuhan sekunder atau tersier, misalnya perjalanan wisata. Saat ini, hampir semua kalangan membutuhkan wisata. Tetapi tidak semua kalangan mampu merencanakan dan membiayai perjalanan wisata secara baik. Misalnya, membeli tiket pesawat menjelang keberangkatan. Jelas, harga tiketnya akan sangat mahal. Padahal, tiket pesawat apalagi yang promo bisa akan sangat murah jika dibeli jauh-jauh hari. Ringkasnya, jika Anda hendak berwisata, pesanlah tiket beberapa bukan sebelumnya, sehingga biaya yang Anda keluarkan jauh di bawah harga normal.
- Itu inovasi biaya dalam konteks mengatur pengeluaran. Yang lebih canggih adalah jika inovasi biaya itu bisa diterapkan dalam pengaturan seluruh aset Anda. Salah satu contohnya adalah jika Anda memiliki aset tidak produktif. Anda punya rumah lebih dari satu. Rumah yang tidak Anda tempati sesungguhnya adalah biaya. Karena Anda mesti menanggung biaya listrik, air, pemeliharaan, dan lain sebagainya. Agar rumah tersebut tidak menjadi beban, maka mesti diproduktifkan, misalnya disewakan, sehingga ia bukan menjadi biaya melainkan sumber pendapatan. Itu juga merupakan contoh inovasi biaya. Agar kondisi besar pasak dari bang" bisa dihindari, maka terhadap seluruh item rencana pengeluaran yang telah dibuat bisa dilakukan telaah, apakah ada ruang untuk menerapkan inovasi di dalamnya. Yang paling sederhana adalah rencana belanja bulanan Anda. Apakah frekuensi belanja secara bulanan lebih cocok dan efisien ketimbang misalnya belanja perdua bulanan, atau belanja melalui pesanan. Jadi, inovasi biaya sebenarnya bukan sekadar dalam konteks barang yang akan dibeli, tetapi juga dalam hal tata cara membelinya. Contoh lain, belanja pada saat musim "sale" bisa dikategorikan sebagai inovasi biaya, sepanjang barang-barang yang dibeli memang merupakan kebutuhan dan sudah direncanakan. Jadi bukan karena faktor emosional.