a

Thursday, March 28, 2013

Budaya Menabung


Coba cek buku tabungan atau rekening tabungan Anda, ada berapa dana tersisa di dalamnya? Bagaimana perasaan Anda setiap melihat angka nominal yang tertera dalam buku tabungan itu? Puas? Atau merasa tabungan Anda terlalu sedikit, atau Anda ingin nilai tabungan lebih besar lagi? Wajar, kalau berperasaan seperti itu. Sudah merupakan hukum alam, setiap orang ingin memiliki uang banyak, walau bagi sebagian kalangan, tidak tahu uang tersebut mau diapakan. Namun, lepas dari itu, secara umum, orang-orang ingin memiliki nilai tabungan yang besar. Setidaknya untuk berjaga-jaga atau menyiapkan dana untuk hari tuanya. Masalahnya, tidak setiap orang memiliki tabungan besar. Paling tidak, jika dibandingkan dengan penghasilan yang dimilikinya. Singkat kata, dalam keseharian, sebagian penghasilan habis tanpa bekas. Yang mengalir ke tabungan sangat sedikit. Kenapa bisa demikian? Karena tidak ada kesungguhan untuk menyisihkan penghasilan ke dalam tabungan. Dan akhirnya, hanya bisa menyesal, ketika dibutuhkan dana dalam jumlah besar, nilai tabungan tidak memadai.

Apakah sulit menaikkan jumlah tabungan? Sama sekali tidak. Menabung, hakikatnya sama seperti melakukan kegiatan lain. Sama seperti keinginan untuk membeli barang-barang bermerek. Kok bisa? Sangat bisa, karena masalahnya bukan pada kemampuan, melainkan kemauan. Kalau Anda mampu mengontrol diri untuk tidak menghambur-hamburkan uang dengan membeli barang yang tidak dibutuhkan, maka itu sama hakikatnya dengan mengontrol diri untuk menabung lebih banyak. Sebab, pada dasarnya penurunan jumlah pengeluaran bisa berbanding lurus dengan peningkatan jumlah tabungan. Oleh karena itu, untuk memulai meningkatkan tabungan, mesti diawali dengan merancang aspek pengeluaran. Bagaimana caranya? Begini..

Pertama, hitung berapa penghasilan per bulan. Anda mendapatkan sebuah angka. Lalu hitung rencana pengeluaran per bulan. Untuk mudahnya, tails saja rencana pengeluaran tersebut, apa pun yang terbersit di benak Anda. Lalu perkirakan berapa jumlahnya. Kemudian, jumlah rencana pengeluaran itu dibandingkan dengan penghasilan. Bagaimana hasilnya? Masih ada dana tersisa? Berapa persen? 10 persen, 20 persen, 30 persen? Kalau 10 persen atau 20 persen, berarti ada masalah dalam pengeluaran Anda. Apalagi, kalau angkanya defisit. Ini benar-benar masalah. Bagaimana jika 30 persen? Berarti penghasilan Anda memang cukup besar. Sebab, tanpa melakukan seleksi terhadap aspek pengeluaran, Anda hanya menghabiskan 70 persen dari penghasilan. Namun, mesti diingat, jika yang sisa 30 persen tersebut dialokasikan untuk tabungan, belum tentu angkanya akan cukup untuk mengcover kebutuhan finansial Anda di masa datang. Kenapa? Karena untuk mendapatkan sisa dana 30 persen, Anda tidak membutuhkan effort mengurangi pengeluaran. Jadi semuanya berjalan biasa saja. Padahal suatu ketika mungkin Anda mengalami masalah keuangan, dalam arti penghasilan menurun, sementara di sisi lain, perilaku pengeluaran Anda masih sama. Jika ini terjadi, maka Anda tidak punya kemampuan lagi untuk menyisihkan 30 persen penghasilan ke dalam tabungan. Konkretnya, sangat mungkin dana yang bisa disisihkan untuk tabungan akan semakin menurun. 

Oleh karena itu, dalam kaitan jumlah dana yang dialokasikan untuk tabungan, Anda mesti mematok persentase dan juga angka nominal. Misalnya saat ini penghasilan Anda adalah Rplo juta. 30 persen dari Rp10 juta adalah Rp3 juta. Maka, sejak Anda memiliki komitmen menabung secara rutin, maka harus memenuhi kedua kriteria tersebut, yakni 30 persen penghasilan atau minimal Rp3 juta per bulan, bergantung mana yang lebih tinggi.

Kedua, menseleksi aspek pengeluaran. Hal ini sebenarnya sudah berkali-kali diulas dalam rubrik ini. Tetapi dalam realitasnya, masalah pengeluaran tidak pernah berhenti. Setiap orang merasa dana untuk membiayai pengeluaran tidak pernah cukup. Pertanyaannya, dana yang tidak cukup atau nafsu untuk mengeluarkan uang yang tidak pernah habis? Bahasa terangnya begini. Jumlah dana yang menjadi penghasilan, hakikatnya tidak berubah, kecuali naik gaji atau memperoleh penghasilan lain. Pendeknya, sulit dikontrol, karena yang menaikan gaji, upah, honor, dan penghasilan Anda adalah pihak lain. Sementara, nafsu untuk membelanjakan uang sebenarnya ada dalam kontrol Anda. Ada di benak Anda sendiri. Keinginan untuk belanja atau tidak belanja, bukan bergantung pada apakah ada obral besar atau tidak, tetapi mestinya bergantung pada kebutuhan atau keinginan Anda. Konkretnya, untuk menambah alokasi dana untuk menabung, akan sangat efektif, jika Anda mampu mengurangi pengeluaran Anda, dengan membatasi keinginan dan hanya memenuhi aspek kebutuhan. Dus, lakukan seleksi ulang seluruh rencana pengeluaran dan coret yang sifatnya sekadar keinginan.

Ketiga, menyisihkan dana tersisa dari pengeluaran untuk ditabung. Anda mungkin akan bertanya, dari mana diperoleh dana tersisa? Jangan bohong. Kalau pergi ke restoran, atau membeli suatu barang, pasti ada kembaliannya. Misalnya, dalam rencana pengeluaran, dimasukkan rencana pembelian sepotong kemeja dengan harga Rp300 ribu. Ternyata ketika dibeli, harganya hanya Rp250 ribu. Hal yang sama bisa terjadi pada kegiatan belanja yang lain. Pendeknya, dari transaksi yang dilakukan, pasti ada sisa dana. Pertanyaannya, ke mana digunakan sisa dana tersebut? Pasti untuk konsumsi remeh-temeh lainnya. Padahal, jika nilainya dijumlahkan, boleh jadi akan cukup besar. Bayangkan jika jumlah yang cukup besar itu dijadikan tabungan, maka nilai tabungan pasti akan semakin meningkat.

Selain ketiga hal tersebut, upaya meningkatkan tabungan tentu saja bisa dilakukan dengan berbagai cara. Namun, kata kuncinya adalah soal kemauan. Bukan soal berapa besar dana yang bisa disisihkan untuk ditabung. Jika kemauan tersebut dipelihara dan dilaksanakan secara konsisten, maka akan terbentuk budaya menabung, yang tentu saja akan memberi manfaat bagi Anda sendiri, tatkala suatu ketika membutuhkan dana untuk membiayai kebutuhan, termasuk di hari tua. Selamat mencoba.
by: Elvyn G. Masassya

 
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...