a

Saturday, November 24, 2012

Si Jujur dan Si Berani

Seorang raja yang memasuki usia senja ingin mencari penggantinya. Berbeda dengan kebiasaan di masa itu, ia tak menunjuk anak-anak maupun pembantu terdekatnya. Ia justru memanggil para pemuda di negeri itu dan berpidato di hadapan mereka. "Aku akan mengadakan sayembara. Kalian semua akan mendapatkan sebuah biji. Tanamlah biji ini, rawatlah, dan kembalilah setahun lagi dengan tanaman kalian masing-masing. Bagi yang memiliki tanaman terbaik akan langsung kutunjuk menjadi raja menggantikanku!"
Seorang pemuda bernama Badu terlihat amat antusias. Ia menanam biji itu, dan menyiraminya tiap hari. Tapi sampai sebulan berlalu belum umbuh apa-apa. Setelah enam bulan, para pemuda mulai membicarakan tanaman mereka yang tumbuh tinggi, namun pot Badu masih kosong. Badu tak mengatakan apapun pada teman-temannya. Ia tetap menunggu bijinya tumbuh.

Setahun berlalu. Semua pemuda membawa tanamannya pada raja. Semula Badu enggan, namun ibunya mendorongnya pergi dan berbicara apa adanya. Raja menyambut para pemuda seraya memuji tanaman yang mereka bawa. "Kerja kalian luar biasa. Tanaman kalian bukan main indahnya. Aku akan menunjuk seorang dari kalian menjadi raja yang baru!"
Tiba-tiba raja yang melihat Badu berdiri di belakang memanggilnya. Badu panik, "Jangan-jangan aku akan dibunuh," pikirnya. Suasanapun berubah menjadi riuh rendah, penuh dengan ejekan dan cemoohan hadirin menyaksikan pot Badu yang kosong.
Tiba-tiba raja berteriak, "Diam semuanya!". Hadirin tertegun. Raja kemudian menoleh pada Badu, dan mengumumkan, "Inilah raja kalian yag baru!" Semua terkejut. Bagaimana mungkin orang yang gagal yang menjadi raja? Menyadari keheranan mereka, raja kemudian melanjutkan, "Setahun yang lalu, aku memberi kalian sebuah biji untuk ditanam. Tapi yang kuberikan adalah biji yang sudah dimasak dan tak dapat tumbuh. Kalian semua telah menggantinya dengan biji yang lain. Hanya Badu yang memiliki KEJUJURAN dan KEBERANIAN untuk membawa pot dengan biji yang kuberikan. Karena itu dialah yang kuangkat menggantikanku!
Ada dua karakter seorang pemimpin yang dapat kita ambil dari cerita di atas. Pertama, kejujuran. Inilah dasar perilaku seseorang. Dahulu kala, ada seorang yang telah melakukan berbagai bentuk kejahatan. Suatu ketika ia sadar dan ingin bertobat tetapi tak tahu darimana harus memulainya. Bukankah kejahatan yang pernah dilakukannya begitu banyak. Ia lantas menemui seorang sufi untuk meminta nasehat. Sufi itu memberikan kiat yang sederhana saja: "Mulai sekarang berhentilah berbohong! Itu saja sudah cukup".
Betapa gembiranya orang ini karena ia tak dilarang melakukan kejahatan-kejahatan yang lain. "Kalau cuma jangan bohong sih mudah", pikirnya. Maka ia pun melakukan hal-hal yang biasa dilakukannya. Ia mau mencuri, tapi kemudian berpikir, "Bagaimana kalau tetanggaku menanyakan asal-usul hartaku ini?" Iapun membatalkan niatnya. Ia ingin berselingkuh, tapi berpikir, "Bagaimana kalau nanti keluargaku menanyakan kemana aku pergi?" Lagi-lagi ia mengurungkan niatnya. Begitulah seterusnya. Setiap ingin melakukan kejahatan, ia kontan membatalkannya.
Jadi kejujuran akan membawa perubahan mendasar pada diri seseorang. Tapi tanpa keberanian, kejujuran takkan membawa perubahan bagi orang banyak. Seorang bijak pernah mengatakan, "Inti kejujuran adalah bahwa engkau berkata jujur di wilayah yang jika seseorang berkata jujur, ia tidak akan selamat kecuali berdusta."
Ini berarti, kejujuran saja tidak cukup. Kejujuran hanya akan menghasilkan seorang pengikut (follower) bukan pemimpin (leader). Untuk bisa menjadi pemimpin dan merubah masyarakat dibutuhkan karakter yang kedua yaitu keberanian. Selama 32 tahun di bawah Orba, tak seorang pemimpinpun lahir (dan karenanya layak menjadi presiden). Bukannya kita tak punya orang-orang jujur. Persoalannya, adalah karena orang-orang yang jujur tersebut tak memiliki keberanian untuk berbeda pendapat dengan Soeharto. Saya kira tanpa keberanian seorang Amien Rais, Soeharto masih berjaya hingga 2003.
Masalahnya, dari manakah datangnya keberanian? Keberanian akan datang kalau kita mampu menaklukkan rasa takut. Rasa takut inilah sumber segala macam kejahatan di dunia ini. Rasa takut inilah yang menghasilkan banyak hal-hal negatif seperti perasaan marah. Sebenarnya, hanya jika Anda merasa takutlah Anda akan marah. Coba renungkan kapan terakhir kali Anda marah. Teruskan renungan Anda. Telusurilah rasa takut yang tersembunyi di balik kemarahan Anda. Apa yang Anda takutkan hilang dan direnggut dari diri Anda? Ketakutan itulah yang membuat Anda marah.
Sekarang lihatlah hal-hal di sekitar kita. Kenapa AS menyerang Irak? Kenapa Order Baru memperkaya diri dan menzalimi rakyat? Kenapa Gus Dur mengeluarkan dekrit? Kenapa terjadi Bulogate dan Sukhoigate? Kenapa ada dongeng Raudatul Jannah? Jawaban semua pertanyaan diatas adalah: RASA TAKUT. Jadi sebenarnya bukan kekuasaan itu yang berbahaya. Yang berbahaya adalah rasa takut kehilangan kekuasaan!
Ada dua hal yang membuat kita takut. Pertama, karena kita memiliki "dosa" yang sama. Berbagai kasus korupsi dan penyimpangan yang dilakukan pemerintah terjadi berlarut-larut konon karena banyak juga partai lain yang tak bersih. Jadi, kita tak berani karena kita sendiri tidak bersih.
Kedua, kita tidak berani karena kita memiliki ketertarikan dan ketergantungan yang besar dengan segala sesuatu di luar kita : keluarga, harta benda, jabatan, kawan, kesenangan, dsb. Kenapa Anda tak berani mengeritik atasan yang jelas-jelas berbuat salah? Kenapa Anda tak bicara apa adanya pada sahabat Anda? Rasa takut yang ada menunjukkan bahwa kita belum mandiri. Kebahagiaan dan rasa aman kita masih bersumber pada sesuatu di luar diri kita!
by Arvan Pradiansyah
 
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...