Setelah peristiwa MD mencuat dan menjadi head line di berbagai media massa, apakah Anda merasa khawatir terhadap simpanan Anda di bank? Harus khawatir, karena hal seperti itu bisa terjadi pada siapa saja. Bukan saja nasabah-nasabah yang masuk dalam kategori wealth management atau private banking, tetapi juga bisa menimpa nasabah kebanyakan. Kok bisa? Bisa. Bank bukan lembaga keagamaan yang di dalamnya berisi ustad, pendeta ataupun biksu atau guru-guru agama. Bank adalah lembaga keuangan yang berasaskan komersial dan mencari keuntungan. Dan orang-orang yang bekerja di instansi perbankan juga terdiri atas beragam personality, termasuk seperti MD yang menghebohkan itu.
Itu artinya, kendati lembaga perbankan merupakan lembaga kepercayaan, bukan berarti Anda memberikan kepercayaan seratus persen terhadap orang-orang yang bekerja di dalamnya. Memang, mestinya para bankir juga merupakan orang-orang yang tepercaya. Namun dalam praktiknya, yang disebut lembaga kepercayaan adalah lembaganya, dan bukan orang-orangnya. Lihat saja ambruknya berbagai bank di tahun-tahun silam. Tidak sedikit yang merupakan ulah dari para bankir termasuk juga para pemilik bank itu sendiri. Ringkasnya, kalau Anda hendak memercayakan pengelolaan dana Anda pada bank, maka mesti dilakukan seleksi terhadap bank.
Benar, bahwa bank-bank yang beroperasi di Indonesia saat ini, baik itu bank milik pemerintah, bank swasta nasional, bank swasta asing maupun bank-bank daerah telah diawasi secara ketat oleh Bank Indonesia selaku Otoritas Perbankan. Tetapi, Bank Indonesia juga bukan Dewa yang bisa mengetahui perilaku bank-bank secara detail. Bank Indonesia hanya bisa mengawasi melalui pemeriksaan terhadap laporan kegiatan bank, maupun pemeriksaan langsung secara berkala. Oleh karena itu, jika bersandar saja pada hasil pemeriksaaan Bank Indonesia, terus terang tidak memberikan garansi terhadap keselamatan dana nasabah. Dan int sudah terbukti lewat kasus MD, maupun kasus yang lebih "mengerikan" sebagaimana dialami oleh nasabah Bank Centurys, agar Anda tidak menjadi korban berikutnya, maka beberapa hal selayaknya menjadi perhatian, sebelum menempatkan dana Anda pada sebuah bank. Pertama, aset bank Apa boleh buat, dalam industri perbankan, "size matter". Artinya, aset bank, merupakan salah satu indikasi besarnya kepercayaan masyarakat terhadap bank tersebut. Karena aset adalah kumpulan dana dari masyarakat yang ditempatkan di bank dan kemudian disalurkan sebagai pinjaman dan aset produktif lainnya. Kedua, modal bank. Semakin besar modal, maka semakin tinggi tanggung jawab dan risiko yang ditanggung oleh pemilik Bandingkan saja jumlah modal terhadap aset bank Semakin besar rasionya, maka bank tersebut semakin kuat. Dengan kata lain, kalau terjadi "apa-apa" pada bank bersangkutan, maka uang pemilik juga akan ikut raib.
Ketiga, rasio-rasio keuangan pada saat bank tersebut mengumumkan kinerja keuangannya kepada publik. Ini bisa dilihat di berbagai surat kabar. Lazimnya bank menyampaikan laporan keuangan 4 (empat) kali setahun, atau setiap triwulan. Anda boleh bandingkan satu bank dengan bank lainnya. Beberapa rasio penting yang mesti diperhatikan adalah nonperforming loan, atau jumlah kredit bermasalah bank tersebut. Semakin tinggi rasionya maka semakin jelek kualitas kredit bank bersangkutan. Di sini bisa banyak kemungkinan penyebab. Bisa karena pemberian kreditnya sembarangan, bisa karena debitur-debitur yang diberikan kredit memang tidak bermutu, bisa juga karena faktor ekonomi. Tetapi faktor yang terakhir ini jangan langsung dipercayai, sebab, kalau kredit bermasalah tinggi karena ekonomi tidak kondusif maka hal serupa mestinya juga dialami oleh bank-bank lain. Sehingga kalau hanya satu dua bank yang memiliki kredit bermasalah tinggi, maka bisa dipastikan itu lebih karena pengelolaan kreditnya memang amburadul. Lebih celaka lagi, kalau sebagian kredit diberikan karena sebab subjektif, misalnya karena kenalan, saudara, dan lain sebagainya. Hindari bank semacam itu, karena dana yang Anda tempatkan hanya akan jadi abu. Berubah menjadi kredit macet di sisi aset bank tersebut.
Selain kredit bermasalah, yang tidak kalah penting adalah mencermati laba bank. Kalau labanya besar, tentunya bank itu, mestinya dikelola dengan benar. Tapi apa ya seperti itu? Belum tentu. Coba cermati dari mana sumber laba bank tersebut. Apakah karena pendapatan bunga? Apakah karena dapat "durian runtuh", karena ada laba selisih kurs misalnya, atau malah karena hal lain. Apa itu? Salah satunya adalah karena pembalikan cadangan kredit bermasalah yang tidak terpakai dan kemudian menjadi pendapatan. Apa yang salah dengan ini? Tidak ada yang salah. Tetapi, sumber laba seperti itu tidak berkelanjutan dan mungkin hanya terjadi sekali dua kali. Dengan kata lain, pada tahun berikutnya, belum tentu bank itu bisa menghasilkan laba sebesar yang diperoleh saat ini. Dan itu berarti, masa depan bank tersebut tidak begitu cemerlang. Nah, terserah Anda, silakan saja jika ingin menempatkan dana di bank yang masa depannya tidak jelas.
Beberapa hal yang diutarakan tersebut adalah hal-hal yang bersifat teknis dan mungkin tidak menarik perhatian Anda. Tidak mengapa. Masih ada hal lain yang tidak membutuhkan pengkajian mendalam, untuk melihat apakah sebuah bank berpotensi bermasalah atau tidak. Apa misalnya? Cari tahu siapa banker yang duduk sebagai manajemen puncak di bank tersebut. Cari tahu latar belakang dan kiprah sebelumnya. Kalau sudah punya jam terbang cukup lama, dan selama itu tidak pernah terdengar melakukan hal-hal yang tercela, maka, secara logika, pasti bank yang dikelola akan dijaga dengan baik. Lantas bagaimana dengan kasus MD? hanya bisa terjadi dalam pengelolaan private banking, bank menyediakan tenaga banker khusus untuk mengelola dana orang-orang kaya. Nah, kalau Anda cergolong kaya dan juga hendak menempatkan dana dalam bank yang memiliki private banking atau unit wealth management, maka faktor siapa yang menjadi private banker Anda menjadi sangat vital. jangan menempatkan dana hanya karena sang banker ramah, cantik, bahenol, dan atau alasan apa pun yang bersifat personal. Tapi, bagaimana integritas dan profesionalisme dari banker tersebut. Dan jangan pernah ada atau memberi instruksi tanpa basis dokumen legal yang autentik. Paling tidak, Anda memiliki alat bukti kalau terjadi "apa-apa" dengan dana Anda.
by: Elvyn G. Masassya